Tampilkan postingan dengan label Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anak. Tampilkan semua postingan

15.10.17

Healthy Tummy Happy Baby, Healthy Tummy Happy Family


Sebulan lalu, seorang teman curhat melalui WhatsApp. Dia bilang kalo anaknya muntah-muntah dan diare. Yang bikin si teman khawatir gak cuma itu saja, tetapi juga suhu badan anaknya yang tinggi. Karena saat itu malam hari, dia gak bisa ke dokter. Jadinya, dia minta saran saya, yang mungkin bisa mengatasi kekhawatirannya.

11.9.17

Apalah Arti Sebuah Nama?


Temen-temen, ada yang punya kebiasaan nyimpen benda-benda milik anak-anak kita saat mereka bayi, gak? Macam rambut saat lahir, kuku pertama mereka, hingga potongan tali pusarnya? Saya iya. Hehehe... aneh, ya? Entahlah, mungkin itu karena kebiasaan mama dan mertua. Jadinya saya ikut-ikutan. Lucu aja kalo lagi bongkar lemari kayak kemaren. Eh tiba-tiba nemu kantung 'harta karun' it. Jadinya nostalgiaan nginget anak-anak saat bayi. Akhirnya, jadi melow deh. Heuheu... dasar emak-emak!

24.6.17

Parent’s Experience, Seru-seruan Bareng Anak di KidZania


Semua orang tua pasti setuju, bahwa setiap anak itu unik. Begitu juga dengan saya. Meskipun hidup dalam satu atap dan meskipun dalam kesehariannya selalu bersama-sama, 4 anak saya, masing-masing memiliki sifat, hobi, dan ketertarikan yang berbeda-beda. Tak hanya terlihat ketika mereka sudah besar saja. Bahkan sejak mereka bayi, hobi dan kesukaan-kesukaan mereka itu sangat jauh berbeda.

12.5.17

Pentingkah Keterampilan Sosial Anak?


Siang itu saya tergesa-gesa berdandan. Mumpung Zaudan, anak nomor 3 saya yang usianya 5 tahun, dibawa pergi ke warung sama tetehnya. Yap, saya mau pergi diam-diam ke pasar. Bukan apa-apa, Zaudan itu sedikit cengeng. Lihat saya berdandan sedikit saja, dia pasti merengek pengin ikut. Jangankan ke pasar, ke warung sebelah aja minta ikut. Padahal adiknya yang masih 2 tahun, biasa aja tuh. Gak pernah merengek-rengek. Paling-paling, dia hanya minta dibeliin es krim atau permen kalo saya pergi.

25.4.17

Digital Financial Literacy for Children, Belajar Financial untuk Anak dengan Cara yang Menyenangkan


Teman-teman, saya mau nanya nih, boleh, kan? Begini, teman-teman pernah heran dengan karakter tokoh Ma’il yang ada di serial TV Upin dan Ipin, gak? Saya sering. Bahkan selalu. Setiap kali nonton serial TV Upin dan Ipin bareng anak-anak, saya selalu wondering, kok bisa sih ada anak yang kecerdasan finansialnya sebegitu tinggi. Iya sih, itu cuma karakter ciptaan. Tapi bukan berarti di kehidupan sehari-hari anak seperti itu tidak ada, kan? Saya yakin pasti ada, di mana pun itu. Dan buat saya, anak seperti itu keren banget. Walopun gak sampe kayak Ma’il, saya berharap, anak-anak saya bisa seperti itu.

16.4.17

Galau Tentang MPASI? Pilih yang Organik, Enak, dan Bergizi!


Sore itu saya ngikik. Sebuah status seorang teman di Facebook menggelitik saya. Mau tahu seperti apa? Nih, saya screen shot. Tapi namanya saya rahasiakan, ya. Beliau sudah ngasih izin, dengan syarat beliau katanya gak mau nongol di blogpost ini. Takut beken. Hehehehe….

8.4.17

Belanja Online Bambi Baby di Glamizka


Di zaman yang serba internet seperti sekarang, walopun emak-emak, saya sering belanja online. Bukan cuma karena takut dicap gak gaul, tapi juga karena belanja online itu menyenangkan. Iyalah, setelah mata dimanjakan dengan tampilan barang-barang bagus; kemudian klak-klik ini-itu; lalu bayar dengan cara transfer melalui hape; dan akhirnya produk yang diinginkan sampai dengan selamat di depan pintu rumah kita; apalagi sering ada promo dan juga diskon; siapa sih yang gak senang? Karena kemudahan, kepraktisan, dan keasyikan itulah, tak heran jika pada akhirnya, banyak orang yang nyandu belanja online. Termasuk saya. So, wajar bukan jika dalam setiap bulan, saya mengagendakan belanja online.

11.3.17

Belajar dari Anak


Teman-teman, pernah ngiri sama anak-anak, gak? Saya kok sering, ya. Gak jauh-jauh deh, ya sama anak sendiri. Banyak banget dari diri anak-anak yang begitu susah untuk bisa dipraktekkan di hidup saya. Dari mulai memaafkan yang begitu cepet setelah berantem; suka coba-coba hal-hal baru; gak takut malu; gak pusing sama omongan orang lain; hingga ke makan banyak tapi gak gendut-gendut. Suwer, kalo lihat hal-hal seperti itu di diri anak-anak, rasanya kok kangen dan pengen banget jadi anak-anak lagi. Hehehehe….

21.2.17

Fase Anak Banyak Nanya


Bulan Mei nanti, De Zaudan, anak ketiga saya, akan genap berusia 5 tahun. Itu artinya, De Zaudan sudah harus siap-siap menginjakkan kakinya di bangku sekolah. Karena sudah dikasih tahu sejak dia berusia 3 tahun, sepertinya masuk sekolah membuat De Zaudan exciting. Tapi takut-takut juga. H2C jadinya. Harap-harap Cemas. Iya, dia sangat gak sabar sekaligus juga takut. Dia penasaran dengan belajar di sekolah bersama guru dan teman-temannya, tetapi takut akan ini itu. Entahlah, meski sudah dijelaskan untuk tidak takut, setiap kali diingatkan tentang sekolah, H2C dia pasti begitu kentara di wajah De Zaudan. 

13.2.17

Apa Itu Anak Normal?


Pagi ini saya tergelitik dengan status seorang teman di Facebook. Statusnya seperti di bawah ini. 


Ya, suatu kali, dulu, saya pernah Ingin menuliskan status serupa. Mengeluarkan unek-unek atas apa yang saya rasakan. Tapi seiring waktu, keinginan itu menguap. Tentunya juga setelah suami menasehati saya untuk tidak melakukannya. Saya pun akhirnya bisa berdamai dan menghilangkan semua keresahan hati saya itu.

7.1.17

Main-main di Playground


Temen-temen, saya mau ngomongin liburan lagi nih. Heheheh... Jangan bosen, ya. Abisnya, liburan tinggal beberapa hari lagi. Huhuhu, saya syedih. Kok gak berasa banget, ya. Tiba-tiba abis aja. Padahal belom ke mana-mana. *Emang gak berencana ke mana-mana juga sih* :D

26.12.16

Menjadi Orang Tua, Proses Belajar yang Gak Ada Tamatnya


Beberapa tahun yang lalu, saat lagi ngelonin bobo siang anak pertama (a.k.a menyusui), dari jendela sebelah kamar, samar-samar saya denger seorang anak tiba-tiba nangis kenceng. Dugaan saya, si anak pasti jatoh. Ternyata saya bener. Suara orang dewasa yang sudah pasti adalah ibunya membenarkan dugaan saya tersebut.

10.8.16

Full Day School, Yay or Nay?


Temen-temen, beberapa hari ini, seperti kita tahu, setelah reshuffle kabinet dilakukan Presiden Jokowi, media sosial kita banyak sekali dihiasi berita. Salah satu yang bikin pro dan kontra, di antaranya adalah mengenai Wacana Full Day School bagi para siswa, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita yang baru, Bapak Muhadjir Effendy. Rame banget, ya. Seperti biasa, hal ini banyak sekali menuai reaksi. Ada yang pro. Dan tak sedikit pula ada yang kontra. Bahkan hingga membuat petisi online segala.

Sebagai orang tua yang punya anak sekolah, saya pun sebenernya demikian. Pengen banget berpendapat melalui media sosial. Tapi jujur, saya bukan orang yang ahli berdebat. Dalam hal apa pun. Apa lagi soal serius seperti itu. Saya takut jika saya menuliskannya di dalam apdetan status facebook atau cuitan twitter, saya akan didebat oleh para ahlinya. Jadinya, saya cuma berani ngomongin ini ke suami. Itu pun secara santai saja. Bukan untuk berdebat. Seperti halnya apa pun selama ini.

10.3.16

Botol Susu Philips AVENT, Nyaman Dipegang Bayi, Sahabat Ibu Menyusui

philips-avent2

Sebagai seorang wanita, saya percaya bahwa sebagian besar kaum Hawa yang ada di muka bumi, saat menjadi seorang ibu, pasti ingin menjadi ibu yang sempurna untuk anak-anaknya. Mulai dari melahirkan secara normal, menyusui secara eksklusif atau bahkan sampai 2 tahun, hingga mengurus dan mendidik anak tanpa bantuan asisten rumah tangga. Tapi hal itu terkadang tidak mungkin. Banyak di antara wanita mempunyai halangan, sehingga akhirnya, beberapa hal yang dianggap menjadi tugas seorang ibu digantikan dengan hal lain atau pun orang lain.

Begitu juga dengan saya. Meskipun sekarang saya bekerja dari rumah, yang notabene memiliki lebih banyak waktu untuk anak-anak jika dibandingkan dengan wanita kantoran, saya tetap tak bisa 100% menjalankan tugas menjadi ibu bagi anak-anak saya. Misalnya saja dalam hal memberi asi. Tak jarang, bahkan di masa asi eksklusif, saya harus ke luar rumah dan meninggalkan bayi saya. Sebagai solusi, saya pun memberinya asip (asi peras). 

28.1.16

Si 'Pangais' yang Nasionalis


Si pangais yang nasionalis. ​Teman-teman tahu arti k​​ata 'pangais'? Dalam artian kata yang sebenernya, pangais (bahasa sunda) berarti jarik atau kain penggendong. Nah untuk judul postingan ini, pangais mengacu pada anak sebelum anak bungsu. Dan anak saya, yang menjadi pangais, atau lengkapnya anak saya yang pangais bungsu adalah Zaudan. Anak ketiga yang gak jadi anak bungsu karena punya adik, yaitu De Rayyan.

Yupp, sesuai judul postingan ini, Zaudan memang sangat nasionalis. Sejak beberapa bulan ke belakang, benda yang dia favoritkan itu adalah bendera merah putih beserta tiangnya. Bendera yang memang khusus dibeli karena keinginan dia sendiri. Dan tentu saja, Indonesia Raya menjadi lagu yang paling sering dia nyanyikan. Kalo dihitung, mungkin sehari bisa dia nyanyikan lebih dari ratusan kali. Atau kalau pun bukan lagu kebangsaan Indonesia Raya, lagu yang dinyanyikannya saat memegang bendera, itu pasti adalah lagu Bendera Merah Putih.

Kalo teman-teman mau lihat, coba deh tengok akun Instagram saya di www.instagram.com/niaharyanto. Di sana, teman-teman bakal lihat beberapa foto anak saya, Zaudan, sedang pegang bendera merah putih. Bukan saat itu saja lho dia bawa bendera merah putih. Setiap hari, setiap jam, bahkan tidur pun harus bawa bendera merah putih. Tak hanya dia saja, kalau sedang bawa bendera merah putih, kita yang ada di dekatnya juga seringkali harus ikut nyanyi dan hormat. Mending kalo cuma sekali, hal ini bisa dilakukan berkali-kali sampai kita nyerah dan pegel. Hehehe.... Nih salah satu foto Zaudan yang membawa bendera merah putih lengkap dengan tiangnya.

Zaudan dengan bendera merah putih kesayangannya

23.1.16

Lagu Anak Indonesia, Riwayatmu Kini...


“Nia, budakna si eta mah pinter pisan,” ucap mama semangat.
“Pinter kumaha?” jawab saya.
“Eta, nyanyi Sambalado si Ayu Tingting meni nepi ka tamat,” ucap mama lagi.
“Waduh!”

Seperti itulah percakapan saya dan mama siang itu. Yang bukan orang sunda pun kayaknya ngerti dengan percakapan di atas. Ya, mama memuji anak tetangga depan rumah karena kepiawaiannya dalam menamatkan lagu Ayu Tingting, Sambalado. Senada dengan hal itu, di saat yang berbeda, para ibu-ibu lain begitu senang dan bangganya melihat anak-anaknya jogged dangdut ala penyanyi dangdut panggung di sebuah pesta ulang tahun seorang anak tetangga yang lain, manakala diputar lagu Da Aku Mah Apa Atuh, yang dipopulerkan oleh Cita Citata. Saya yang mendengar dan melihat dua kejadian itu, terus terang kaget. Apa yang membanggakannya? Bukankah itu justru membuat miris?

Iya, kedua contoh kejadian di atas menurut saya tidaklah membanggakan. Dan sebaliknya, itu membuat saya miris. Di contoh pertama, tentu hal ini karena lagu Sambalado kan lagu yang isinya tentang percintaan orang-orang yang sudah dewasa. Meskipun tak ada yang bisa dibilang 'bahaya', untuk anak usia 3 tahun, rasanya tak 'sehat' untuk nyanyi seperti itu. Adapun di contoh kejadian kedua, sudahlah anak-anak joged ala penyanyi panggung yang cenderung mengeksploitasi 'bagian perut ke bawah', lagu yang diputar yang ternyata dihafal anak-anak tersebut di luar kepala, adalah jenis lagu dewasa yang muatannya negatif. Iyalah negatif, masa anak-anak kecil sudah diperkenalkan dengan kata 'selingkuhan' dan 'pacar gelap'. Haduh haduh haduh... ngeri!

Kisah Pendongeng Boneka BP


Semua orang kayaknya setuju, masa kanak-kanak adalah masa yang paling indah. Begitu juga dengan saya, masa kanak-kanak itu… gak terlupakan. Ya, walopun cuma sedikit aja kenangan dari masa kecil itu yang masih bisa diinget sampe sekarang. Dan dari sekian memori indah yang masih bisa diinget, main bareng temen-temen adalah bagian paling berkesannya.

Seperti halnya anak-anak lain, saya banyak bermain permainan tradisional. Main congklak, bola bekel, galasin, petak umpet, boy-boyan, engklek (sondah), main karet, loncat tinggi, anjang-anjangan, ucing beling, ucing-ucingan, masak-masakan, main boneka, hingga orok (boneka) kertas yang kemudian disebut sebagai boneka bongkar pasang atau BP. Hampir setiap hari, masa kecil saya, sepulang sekolah, dihabisin dengan main salah satu dari permainan tersebut. Tapi kalo ditanya apa permainan masa kecil yang paling berkesan, bermain orok (boneka) kertas yang kemudian disebut sebagai boneka bongkar pasang atau BP adalah juaranya. Kenapa? Yuk… baca terus postingan ini.

5.12.15

Serunya Main Peran-peranan dengan Octaland 4D+ Occupation Series 1


"De, pami tos ageung, dede hoyong janten naon?" tanya saya sama De Zaudan.
"Hoyong janten dokter," jawab De Zaudan polos.
"Naon kitu dokter teh?" tanya saya lagi.
"Duka atuh," jawab De Zaudan tak kalah polosnya dari jawaban pertama.
"Naha atuh bet hoyong janten dokter ari teu terang mah?" tanya saya untuk ketiga kalinya.
"Pan dipiwarang Eni," jawab De Zaudan sambil nyengir.

"De, kalau udah gede, dede pengen jadi apa?" tanya saya sama De Zaudan.
"Pengen jadi dokter," jawab De Zaudan polos.
"Emang dokter itu apa?" tanya saya lagi.
"Gak tahu," jawab De Zaudan tak kalah polosnya dari jawaban pertama.
"Kenapa atuh pengen jadi dokter kalau gak tahu mah?" tanya saya untuk ketiga kalinya.
"Kan disuruh Eni," jawab De Zaudan sambil nyengir.

Seperti itulah kira-kira percakapan saya dengan De Zaudan, anak ketiga saya yang baru berusia 3,5 tahun. Ketika ditanya cita-cita, seperti anak-anak kebanyakan lainnya, dia menjawab ingin jadi dokter. Tapi pas ditanya lebih detail tentang dokter, dia tidak tahu. Paling pun dia tahu, dokter itu menurutnya adalah orang yang hobi nyuntik. Dan benar, alasan kenapa dia bercita-cita jadi dokter itu adalah karena disuruh eni alias neneknya. Dan bukan karena keinginan dari dirinya sendiri.

18.11.15

Kacamata Oh Kacamata


"Mi, Ana pengen pake kacamata, yah!" ucap si sulung pagi itu.
"Tumben. Kemaren-kemaren kan gak mau," jawab saya setengah heran.
"Lihat tulisan di papan tulis gak kelihatan," ujarnya sambil meringis.
"Lho, bukannya udah sejak dulu?" tanya saya.
"Iya, tapi sekarang mah temen sebangkunya baru. Gak kenal. Malu kalo nanya-nanya," papar si sulung.

Seperti itulah percakapan saya dan si sulung, Reihana, pagi itu. Hari pertama sekolah setelah liburan kenaikan kelas 7 ke kelas 8. Iya, memang sudah sejak SD kelas 6 , Reihana mengeluhkan penglihatan matanya yang buram. Tapi karena gak mau diperiksa, malu berkacamata, dan saya gak tahu seberapa buram penglihatannya, Reihana gak pake kacamata. Dibujuk dengan rayuan apa pun, Reihana keukeuh gak mau. Dan baru pagi itu, saya denger dia minta kacamata. Sebabnya sederhana, penglihatannya yang buram membuat tulisan di papan tulis di sekolahnya gak kelihatan. Dia yang biasanya nanya-nanya ke teman sebangkunya, begitu kelas 8 gak bisa lagi. Teman sebangkunya baru dikenalnya. Dia malu dan segan untuk nanya-nanya tulisan yang ada di papan tulis.

7.11.15

Anak-anak Belajar di Youtube? Kenapa Tidak!


"Bi ay en di yo... bi ay en di yo...."

Heh! De Dudan ngomong apaan tuh? Ngacaprak kitu? Tapi kok terus. Diajarin kakak-kakaknya kah?

Itu reaksi saya saat pertama kali denger De Dudan nyanyi lagu itu. Iya, kirain saya, De Dudan (De Zaudan) ngomong ngasal. Dan ternyata, setelah investigasi yang cukup alot *halah*, dengan bantuan kakak-kakaknya karena si bocah sedikit cadel, barulah saya tahu kalo itu adalah lagu.

"Itu mamah... nani nani... neulseli laim... dina yutup."

Heh? Lagi-lagi saya gak ngerti dengan ucapan De Dudan. Untunglah kakak-kakaknya ngerti. Kata mereka, itu adalah salah satu lagu Nursery Rhymes yang ada di Youtube.