24.3.24

Mudik Lebaran yang Tak Terlupakan

Freepik

Hola manteman, apa kabar shaum di hari ke-13 ini? Lancar semua? Alhamdulillah. Saya dan keluarga juga masih lancar shaum Ramadannya. Belom ada satupun orang rumah, termasuk saya dan si teteh yang batal puasanya. Anak-anak yang sakit juga Alhamdulillah, gak sampe mau bocor puasanya.

Manteman, hari ini udah masuk hari ke-6 tantangan menulis di bulan Ramadan yang dibuat KEB. Wow, tinggal 1 hari lagi, ya berarti tantangannya. Gak kerasa banget. Semoga, tantangan menulis Ramadan dari KEB juga lancar-lancar aja hingga hari terakhir besok. Dan semoga juga, dengan ikutnya kita di tantangan menulis ini, kita jadi bisa konsisten untuk menulis terus. Hehehe… itu mah harapan aku sih. Aamiin ya rabbal alamin.

Mudik dan Libur Lebaran

Oke, tantangan menulis di hari ini mengenai mudik dan juga libur lebaran. Sebagai orang yang sekarang ini gak pernah mudik lagi, saya lumayan bingung. Nulis apa ya?! Saya orang Bandung, walopun nyingcet alias Bandung coret. Suami juga orang Bandung. Jadi saat lebaran, ya gak ada acara mudik. Di hari lebaran, kami masih bisa ke sana ke mari.

Tapi saya punya pengalaman mudik sewaktu kecil. Mamah yang asli Subang bikin saya dan keluarga beberapa kali berlebaran di Subang. Meski gak sampai nyeberang ke provinsi lain apalagi pulau lain, bisa dong ya itu juga disebut sebagai mudik lebaran. :D

Mudik Lebaran Ketika Kecil

Ya benar, saat masih ada nenek dari mamah, saya dan keluarga beberapa kali berlebaran di kampung halaman mamah, yakni di Subang. Saat saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jauh dan lamanya perjalanan Bandung – Subang sungguh membuat malas. Maklum, saat SD dan SMP, saya masih jadi seorang pemabuk berat. Alias mabuk pusing di sepanjang perjalanan Bandung menuju Subang, terutama jika menggunakan kendaraan umum.

Permintaan untuk berlebaran di rumah nenek, datang jauh-jauh hari sebelum lebaran, bahkan sebelum bulan Ramadan. Saat pertama kali hendak berlebaran di sana, saya, kakak, dan adik, begitu antusias menerimanya. Terbayang sudah suasana lebaran yang lain daripada tahun-tahun sebelumnya. Jadinya setiap hari, kami selalu mengkhayalkan seperti apa keseruan yang akan kami hadapi saat berlebaran di sana.

Cerita bibi-bibi di Subang pun semakin menambah liar imajinasi kami mengenai hal itu. Aneka kue yang terhidang, makanan-makanan khas lebaran yang beda dari yang ada di Bandung, hingga pembagian uang THR dari banyak sodara di Subang, membuat mata kami berbinar-binar bahkan dengan hanya membayangkannya. Bayangan keseruan yang akan saya hadapi, jauh lebih besar daripada ketakutan saya akan mabuk di perjalanannya. 

Perjalanan Mudik Pertama yang Tak Terlupakan

Perjalanan mudik pun dilakukan sehari setelah liburan sekolah dalam menyambut lebaran tiba. Kami biasanya pergi setelah shalat subuh dilakukan. Tujuannya supaya tidak terlalu macet di jalan, dan juga tidak terlalu panas. Dan mungkin, jika masih pagi, kami tidak perlu naik bis secara berebutan.

Dari Soreang, kami naik bis Putera Setia, jurusan Ciwidey – Kebon Kalapa. Benar dugaan kami, pergi pagi-pagi membuat bis yang kami naiki tidak penuh. Jadinya kami berlima (Mamah, bapak, kakak, saya, dan juga adik) jadi bisa mendapat tempat duduk.

Kakak dan adik saya begitu excited. Mereka saling bercanda. Awalnya saya juga ikutan, tapi lama-lama, saya pusing. Saya pun memutuskan untuk tidur saja. Pura-pura tidur, lebih tepatnya. Alhamdullah, perjalanan Soreang – Kebon Kalapa Bandung lancar untuk saya. Saya tidak pusing dan mabuk selama di perjalanan tersebut. 

Begitu masuk terminal Kebon Kalapa, suasana sudah ramai. Orang-orang hilir mudik, naik – turun dari berbagai kendaraan, dari banyak jurusan. Bis yang akan kami naiki juga merupakan salah satu kendaraan yang padat digunakan. Jadinya kami harus sigap supaya bisa mendapatkan tempat duduk yang enak dan juga nyaman. Apalagi mengingat aku yang gampang pusing dan mabuk. Sebisa mungkin dihindarkan untuk duduk di kursi paling depan. 

Mamah adalah orang yang paling sigap. Karena bisnya padat terus, di mana bis baru datang dan langsung penuh, jadinya kami tidak bisa berleha-leha. Nah saat bis berikutnya datang, mamahlah yang ‘bertempur’ berburu kursi ke dalam bus. Didapatlah 5 tempat duduk untuk kami semua. Dua kursi di bagian kiri bus, dan tiga kursi di bagian kanan bus. Lokasinya tepat di bagian tengah bus.

Awal bus melaju, saya masih bisa enjoy. Ngobrol dan bercanda dengan kakak dan adik. Nah begitu bus sudah melaju lebih lama, barulah saya merasa pusing dan mabuk perjalannya kumat. Saya muntah-muntah yang akhirnya membuat saya batal puasa. Saya minum dan saya juga makan camilan. Kata mamah sih, biar saya tidak pusing dan mabuk lagi. meskipun kenyataannya, saya mabuk dan muntah berulang-ulang. Sungguh, perjalan mudik pertama itu sangat menyiksa saya.

Lebaran Seru Tapi Tak Sesuai Ekspektasi

Seminggu lamanya saya berpuasa di kampung halaman mamah. Akhirnya hari lebaran yang dinanti pun tiba. Dimulai dari shalat Ied di masjid, pulang ke rumah nenek dan langsung makan-makan, dan kemudian bersilaturahmi ke tiap rumah di sepanjang jalan kampung.

Jika ditanya seru atau tidak, saya pasti akan bilang seru. Lebaran pertama di kampung halaman mamah lumayan seru. Beda dari lebaran biasanya di mana saya selalu berlebaran di Soreang. Tapi semuanya tidak sesuai ekspektasi. Makanan-makanan khas kampung halaman mamah ternyata tidak senikmat yang kami bayangkan. Kue-kue lebaran di sana juga tidak istimewa. Tak ada kastangel, nastar, atau puteri salju yang biasa kami makan saat lebaran di Soreang. Di sana hanya ada rengginang, opak, borondong, dan kue-kue tradisional lainnya. Untuk anak-anak seperti saya, kue-kue yang seperti itu tidaklah istimewa. 

Pembagian uang THR juga demikian. Maklum anak-anak, jumlah uang THR yang diterima di Subang dibandingkan dengan uang THR yang diterima di Soreang. Ternyata jauh lebih banyak yang diterima di Soreang. Buat saya, kakak, dan adik saya, ini jadi sebuah nilai minus berlebaran di Subang. 

Masa Puber Membuat Beda

Tapi yang sangat berkesan adalah kebiasaan silaturahminya. Satu kampung di sana bisa dibilang semuanya adalah saudara. Kami mendatangi setiap rumah, dari ujung ke ujung. Buat saya itu menarik. Saya jadi bisa tahu seperti apa saudara-saudara jauh mamah. 

Nah di lebaran-lebaran ke sekian kalinya di sana, di mana saya sudah menginjak remaja, kebiasaan mendatangi saudara-saudara jauh ini terasa lebih menyenangkan. Sebab di beberapa rumah yang kami datangi ternyata ada makhluk-makhluk manis yang bikin hati berdebar-debar. Haha iya, masa puber membuat kesan lebaran jadi terasa beda. Sedikitnya uang THR yang kami terima juga jadi tidak ada artinya dengan hati yang berdesir-desir itu. 

Ada kenangan manis yang membuat saya nyengir jika ingat masa itu. Setelah silaturahmi, ada anak cowok seumuran yang ngajak kenalan lebih jauh. Kami berkenalan, ngobrol, hingga saling bertukar alamat sekolah. Dan sejak hari itu, kami pun saling berkirim surat. Bisa dibilang, saat itu kami saling suka. Iya, itu mungkin sebuah kisah cinta monyet yang terjadi di hidup saya.

Kangen Lebaran di Subang

Setelah nenek meninggal, di mana waktu itu saya duduk di bangku SMA, saya tak pernah lagi berlebaran di Subang. Meskipun di sana ada banyak sodara mamah, termasuk 2 bibi yang merupakan adik kandung mamah. Jikapun ke Subang, itu biasanya di waktu lain. Liburan sekolah yang lainnya. Dan bukan di waktu libur lebaran. Pastinya, suasananya juga cukup berbeda.

Sekarang jujur, saya kangen berlebaran di Subang. Jika dulu saya malas berlebaran di sana, kini sebaliknya. Tapi sodara mamah hanya tinggal sedikit saja yang masih ada di sana. Saya sedikit segan untuk numpang berlebaran di sana. Rumah nenek juga sudah jadi rumah orang lain. Jika berlebaran di sana, saya numpang sama siapa?

Well…

Itu cerita mudik dan lebaran saya di Subang. Meskipun terjadi puluhan tahun silam, namun saya masih bisa mengingat detil-detilnya. Karena ada banyak hal yang cukup berkesan. Tentang rasa kangen berlebaran di sana, semoga nanti kesampaian. Saya dan mamah bisa berlebaran di sana meskipun dengan sodara-sodara jauh mamah. Siapa tahu juga saya bisa ketemu dengan si cinta monyet saya. Bukan, bukan untuk CLBK, tapi penasaran aja sekarang seperti apa keadaannya. D

Oke deh manteman, sampai sini cerita saya. Semoga bermanfaat!

Bersama teteh, Aa, adik, dan para sepupu saat lebaran di Subang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)