4.7.15

Bermain Bareng Boci di Pasar Malam, Yuk!

Pak, Bu, hapenya sering dipinjem anak-anak buat maen games, gak? Hape saya iya. Soalnya, anak saya yang saya kasih hape cuma baru anak pertama (Reihana, 13 tahun) saja. Anak saya yang kedua (Radit, 10 tahun) apalagi yang ketiga (Zaudan, 3 tahun) belum saya kasih hape. Jadinya, hampir tiap hari, mereka pasti minjem hape saya. Dan di hape saya, si anak kedua dan ketiga punya games sendiri-sendiri. 

Awalnya sih cuma A Radit aja yang nginstall game di hape saya, tapi karena sering lihat, De Zaudan ikut-ikutan. A Radit yang sukanya games perang-perangan juga diikutin De Zaudan. Tapi A Radit sering marah kalau gamesnya dimainin adiknya. Jadi berantakan, katanya. Akhirnya, saya pun nginstall games sendiri untuk de Zaudan.

Jujur, nyari games buat anak 3 tahun gampang-gampang susah. Gampangnya, apa pun games yang saya install, De Zaudan pasti mau, tapi susahnya, kemudian dia jadi sering bĂȘte karena gamesnya susah. Misalnya games balap mobil. Mobilnya nabrak melulu. Gak cuma karena susahnya, tampilannya yang kurang sreg (menurut De Zaudan), musiknya yang ga enakeun (masih menurut De Zaudan), hingga loadingnya yang terlalu lama (gamesnya berat) pasti juga bikin De Zaudan uring-uringan. Jadinya, hampir tiap hari, De Zaudan pasti minta dicariin game. Dan saya, bolak-balik Play Store untuk install-uninstall games.

30.6.15

Kue Keju dan Elegi Cinta Pertama


Seperti itulah bapak di hati saya. Cinta pertama yang menyentuh dan mengisi hidup saya. Meski tanpa banyak kata-kata, segala apa yang dilakukannya penuh dengan cinta dan kasih sayang.

Masih saya ingat dengan jelas, saat-saat bapak menemani saya, di hampir di setiap tempat yang asing bagi saya untuk pertama kalinya. Saat menginjakkan kaki pertama kali di sekolah dasar. Saat menginjakkan kaki pertama kali di sekolah menengah pertama. Saat menginjakkan kaki pertama kali di sekolah menengah atas. Saat menginjakkan kaki pertama kali di kampus perkuliahan. Bahkan hingga saat menginjakkan kaki pertama kali di kehidupan pernikahan. Tak berhenti di situ saja, di saat anak-anak saya lahir, bapak pun selalu hadir. Sungguh, dia benar-benar menjadi pria pertama yang mendukung, di setiap tahap dan langkah hidup saya.

Tapi, hari ini, 127 hari sudah bapak ‘hilang’ dari hidup saya. Senyumnya, perhatiannya, dukungannya, dan cinta kasihnya itu absen di keseharian saya. Bapak telah pergi untuk selama-lamanya. Ya, hari itu, Selasa, 24 Februari 2015 lalu, bapak dipanggil-Nya. Dan saya, kehilangan cinta pertama saya, untuk selama-lamanya.

20.6.15

Yang Instan dengan Rasa Buatan Rumahan? Ya Restumande Dong, Gan!

Orang bilang, ngidam itu hanya mitos. Buat aku pun begitu. Iyalah, sebab gak masuk di akal banget, jika perempuan hamil, tiba-tiba pengin suatu makanan yang gak ada dan gak pada waktunya. Apalagi jika ngidam itu dihubung-hubungkan dengan ‘keinginan’ si jabang bayi yang sedang dikandungnya. Masa iya sih, bayi yang belum tahu makanan, ujug-ujug pengin ini dan itu? Pasti itu cuma akal-akalan emaknya. Begitu pikirku.

Apa yang aku percaya tentang ngidam langsung buyar, manakala suatu malam, tepatnya dini hari jam 1 pagi saat aku hamil anak pertama. Ya, entah datang dari mana, aku tiba-tiba begitu ingin sekali makan rendang padang. Rasa dan aromanya yang khas, rasanya sudah ada di ujung lidah. Tapi mau gimana, jam 1 pagi mana ada rumah makan padang yang masih buka. Rumahku kan ada di Bandung bagian ujung... ujung... ujung... dan ujuuuuung sekali. Jadinya, ngidam tersebut aku pendam saja di dalam hati.

Beruntung, ‘si ngidam’ masih berlanjut. Esok paginya, pagi-pagi banget, malah jauh sebelum jam rumah makan buka, aku sudah menggedor sebuah rumah makan padang yang paling dekat dengan rumahku. Alhamdulillah, berbekal perut buncit (yang dimaklumi pemilik rumah makan), aku akhirnya berhasil membawa pulang 3 potong rendang padang yang begitu aku idam-idamkan.