14.5.15

Sambil Menyelam (di GA) Minum Air (Soda)

Orang bilang aku penulis. Meskipun lebih cocok disebut penulis status fesbuk, apdetan twitter, dan penulis galau di blog sendiri, aku juga pernah lho nulis buku * meyakinkan pembaca*. Tapi jangan bayangkan Tere Liye, Raditya Dika, atau Dewi ‘Dee’ Lestari (siapa juga yang bayangin begitu?) yang menguasai penjualan buku di tokbuk-tokbuk besar, bisa bertahan di rak tokbuk lebih dari 6 bulan saja, kayaknya suatu prestasi besar buatku. Iyalah, da aku mah apa atuh, tulisan bisa diterima penerbit untuk diterbitkan aja, hepinya udah setengah mati. :D

Eh, apa hubungannya jadi penulis (kasta sudra) sama ikutan GA Mak Ophi?
Ada dong! Begini, saat bingung mau nulis apa, tiba-tiba sebuah postingan eksperimen Sains di blog Mak Ophi menarik perhatianku. Mungkin karena bekgronku dan buku-buku yang pernah aku tulis. Ya, selain dulu kuliah di FMIPA, beberapa buku yang aku tulis di antaranya memang adalah tentang percobaan Sains.

Jujur, waktu nemu postingan itu aku sempet kaget. Wuih... Mak Ophi yang jago berpolitik, mahir dalam parenting, plus rajin bertraveling ria, ternyata sempet bereksperimen Sain bareng anak-anaknya. Aku aja yang dulu di awal bikin blog berniat ngisi blog, salah satunya dengan percobaan Sains, sampai hari ini belum kesampaian juga. Beneran lho, postingan ini semacam ‘penyadar’ yang membawaku ke ‘jalan yang benar’. :))))

11.5.15

Masih Takut Rambut Rusak Karena Catokan? Pakai Philips Straightener KeraShine!

Semua orang pasti setuju bahwa definisi cantik itu sangat relatif. Begitu juga buatku. Mau itu berkulit hitam atau putih, berhidung mancung atau tidak mancung *jangan baca pesek, aku kesindir :D*, bertubuh tinggi atau pendek, berwajah tirus atau bulat, hingga langsing atau pun gendut, yang namanya cantik mah, ya cantik aja. Terbebas dari variabel-variabel tadi. Cantik, ya cantik, titik.

Tapi, setelah beberapa lama definisi cantik itu seperti itu, tiba-tiba suatu hari, arti cantik ini sedikit tergoyahkan, ketika seorang teman kuliah menjabarkan kata cantik dengan embel-embel: berambut lurus. Kenapa rambut lurus? Sebab menurut dia, cewek berambut lurus itu terlihat rapi, luwes, dan anggun. Jadi dengan rambut lurus, kecantikannya menjadi sempurna.

Sebagai pemilik rambut yang gak keriting (tapi juga gak lurus-lurus amat), aku harusnya gak tersinggung. Tapi ketika lihat rambutku yang seringnya acak-acakan, aku jadi ngerti dengan definisi cantik versi temanku itu.

Berbagai usaha pun dicoba supaya rambutku bisa lurus rapi sepanjang hari. Tapi ternyata gak mudah. Catok pelurus rambut yang saat itu sedang booming pun, tak mampu menjadikanku cantik sempurna. Sebaliknya, gara-gara keseringan pakai, rambutku malah jadi rusak. Ya rambut jadi kering, ya ujung rambut bercabang, dan ya warna hitam rambut jadi kucel bin kusam.

30.4.15

#BeraniLebih dari Sekadar Ibu Rumah Tangga dengan 4 Anak

Itulah tantangan saya. Ya, sekitar delapan tahun yang lalu, saya menantang diri saya sendiri untuk #beranilebih dari sekadar ibu rumah tangga biasa. Tidak! Saya tidak memandang sebelah mata pekerjaan ibu rumah tangga. Sebaliknya, pekerjaan tersebut, di mata saya adalah pekerjaan yang sangat mulia dan puncak karir dari seorang wanita. Sebab menjadi ibu rumah tangga itu berarti ‘menandatangani kontrak kerja’ 24 jam setiap harinya, dengan gaji, tunjangan, serta bonus yang tidak tercantum di dalam ‘kontrak kerjanya’. Namun di balik semua itu, ‘hadiah’ yang tidak ternilai menanti ibu rumah tangga di ujung perjuangannya.

Di awal-awal masa pernikahan, saya memutuskan untuk 100% diam di rumah dan mengurus anak-anak. Akan tetapi tanggapan mama tentang keputusan saya, selalu terngiang-ngiang setiap kali saya memantapkan hati untuk itu.

Anak-anak saya

“Kamu mah kuliah teh cuma dapet suami aja. Kalo cuma buat ngurus anak-anak dan diem di rumah aja mah, udah we atuh dulu teh gak usah kuliah. Gak ngeluarin banyak uang meureun mamah sama bapak teh!”

22.4.15

Shopious, ‘Pasar’ Toko-toko Online Terpercaya dengan Barang Dagangan yang Memanjakan Mata

Sebagai emak beranak 4, pergi ke luar rumah untuk sekadar berbelanja ke toko-toko atau mall merupakan hal yang mewah. Kenapa mewah, sebab hal ini jarang sekali aku lakukan. Gimana enggak gitu, 4 anak dengan 2 di antaranya masih balita membuatku cukup kerepotan jika harus membawanya ke mana-mana. Kalo pun bisa, aku harus bawa suami atau ibuku ke sana. Bukan belanja namanya jika harus bersama pasukan lengkap. Tahu sendiri kan seperti apa wanita belanja. Butuh waktu berjam-jam bagi kami untuk mendapatkan barang yang tepat dengan harga yang tepat pula. Dan jika meninggalkan anak-anak di rumah dan pergi sendiri? No.. no.. no! Aku gak tega. So, segala kebutuhan, sebisa mungkin aku dapatkan di tempat yang dekat dengan rumah saja.

Semua kebutuhan?
Yupp! Semua kebutuhan, sampai saat ini bisa aku dapatkan dengan cukup di rumah saja. Atau sekali pun ke luar rumah, ya yang dekat-dekat saja. Kebetulan, untuk kebutuhan pokok alias sembako, pasar yang dekat dengan rumah sudah bisa mencukupi semua kebutuhan keluargaku.

Bagaimana dengan kebutuhan sekunder atau tersier?
Ini juga bisa aku dapatkan dengan hanya diam di dalam rumah. Betul banget! Di era digital seperti sekarang ini, online shop sudah sangat akrab di kehidupanku. Berbagai macam barang yang tidak ada di pasar dekat rumah, sebagian besar aku dapatkan dari online shop. Baju, tas, bahkan hingga perabotan dapurku kebanyakan aku dapat dari online shop. 

21.4.15

Ibu Mertuaku Sahabatku

Siapa bilang ibu mertua itu galak? Siapa bilang ibu mertua itu sadis? Dan siapa bilang ibu mertua itu killer? Itu sih hanya ada di sinetron-sinetron dan film-film. Buktinya, ibu mertuaku laksana seorang malaikat. Ya, persis dengan ibu kandungku. Meski tak seterbuka ibu kandungku, kasih-sayang dan perhatian ibu mertua itu nyata adanya. Sekarang, ibu mertuaku itu seperti seorang sahabat. Ini salah satu cerita mengenai kebaikan beliau.
***

Siang itu bukanlah hari libur. Kebetulan saja, hari itu tak ada jadwal kuliah, sehingga walau pun sudah jam 11 siang, aku masih bermalas-malasan di dalam kamar. Suamiku sendiri sudah pergi bekerja. Waktu itu, adalah bulan ketiga di usia pernikahanku. Dan aku belum mengalami tanda-tanda kehamilan. Ya, aku memang menikah ketika masih kuliah. Dan karena belum mempunyai rumah sendiri, aku dan suami tinggal di rumah mertua, yang kebetulan memiliki rumah yang besar.

Angin yang besar membuat siang itu terasa dingin. Aku pun tidur-tiduran di dalam kamar dengan berselimut. Tiba-tiba, dari luar kamar terdengar suara orang mengetuk pintu. Karena aku lambat membukanya dan pintu tidak dikunci, akhirnya si pengetuk membuka pintu kamar. Dia ternyata adalah ibu mertuaku. Dengan setengah kaget, dia lalu menghampiriku.

19.1.15

Waspadai Lidah Putih Pada Bayi

Dulu saat belum punya anak, bahkan sebelum nikah, saya sering banget lihat bayi yang lidahnya berwarna putih. Dulu sih, karena gak pernah lihat secara detail, saya kira lidah putih pada bayi itu biasa. Mungkin karena susu yang ngendap. Atau mungkin seperti saya, yang kadangkala lidah putih akibat sariawan, abis minum air panas, atau mungkin abis makan makanan berwarna putih.

Tapi ternyata tidak demikian saat lidah anak saya berwarna putih. Ya, saat Dede Zaudan berusia 2 atau 3 bulan, di bagian tengah lidahnya memutih. Awalnya saya pikir itu sama seperti lidah saya. Tapi karena dalam waktu 1-2 minggu tidak hilang juga, dan malah bagian putihnya semakin tebal, saya jadi khawatir. Apalagi saat si putih itu tiba-tiba menguning, kekhawatiran saya semakin menjadi. Saya takut, si lidah putih itu akan mengganggu tubuh Dede Zaudan. Atau mungkin menyebabkan penyakit tertentu.

Beruntung sekarang ada mbah gugel, ya. Dengan ngetik kata kunci ‘lidah putih pada bayi’, semua informasi yang saya butuhkan langsung didapat. Iya! Ternyata lidah putih pada bayi itu, kata mbah gugel patut diwaspadai, soalnya itu biasanya adalah jamur. Awalnya mungkin cuma berupa lapisan tipis berwarna putih yang bisa aja dari endapan susu yang nempel. Tapi jika dibiarkan, apalagi jika kebersihan mulut si bayi kurang bagus, si jamur bisa tumbuh subur di sana.