6.4.22

Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara


Siapa sih dari kita yang menginginkan diri mendapatkan diskriminasi? Sepertinya, siapa pun itu tak pernah ada yang menginginkannya. Jangankan kita orang-orang yang normal, bahkan mereka para penyandang disabilitas pun tidak menghendakinya. Tapi hal itu terasa nyata. Bagi para penyandang disabilitas, diskriminasi itu terjadi bahkan hingga hari ini.

Ya benar, para penyandang disabilitas hingga saat ini masih merasakan diskriminasi. Dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga untuk bisa maju dan setara layaknya orang-orang yang normal masih saja terhalang berbagai kendala.

Cerita Tentang Diskriminasi dan Stigma Terhadap Penyandang Disabilitas

Seperti itulah informasi yang saya dapatkan dari Live Streaming Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR INDONESIA. Acara yang bertajuk “Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara”, pada Rabu, 30 Maret 2022 tersebut menghadirkan dr. Oom Komariah, M.Kes, yang merupakan Ketua Pelaksana Hari Down Syndrome Dunia (HDSD); Uswatun Khasanah, yang merupakan penyintas atau Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK); serta penyiar dari KBR, Ines Nirmala.

Sungguh, mendengar penuturan cerita dr Oom serta Mbak Uswa mengenai diskriminasi serta stigma yang mereka dapatkan, terasa sangat menyedihkan. Bagaimana tidak, Mbak Uswa, saat menderita penyakit kusta, dia sering dikucilkan. Tak hanya oleh masyarakat. Bahkan keluarganya sendiri itu sering berbuat begitu. 

Disebut berpenyakit kutukan; disebut sumber penyakit yang bakal menularkan ke mena-mana; dan sejenisnya. Padahal jelas, penyakit kusta ini bukanlah penyakit kutukan. Dia bisa menimpa siapa saja. Namun pun begitu, untuk bisa tertular penyakit kusta, itu sangatlah susah. Buktinya orang tua dan saudara Mbak Uswa. Sekalipun mereka tinggal satu atap, yang kena penyakit kusta hanyalah Mbak Uswa saja.

Cerita serupa juga datang dari dr. Oom. Beliau memiliki anak yang menderita down syndrome. Diskriminasi dan stigma sering didapatkan anaknya. Dan ya, tak hanya dari orang-orang di luaran. Bahkan keluarga juga sering kali bergitu terhadap anaknya.

Apa Sih Kusta dan Down Syndrom?

Inilah yang ditengarai menjadi pangkal stigma dan diskriminasi. Masyarakat kurang teredukasi mengenai objeknya, dalam hal ini kusta dan down syndrome. Untuk itulah, NLR Indonesia membuat acara live streaming di Channel Youtube KBR. Mensosialisasikan kusta dan down syndrome yang bertepatan dengan peringatan hari down syndrome sedunia yang dirayakan setiap 21 Maret.

Penyakit kusta atau lepra sebenarnya merupakan sebuah penyakit infeksi kronis. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Sebuah bakteri yang sifatnya tahan asam, aerobik, bergram positif, memiliki bentuk basil atau batang, serta berciri khas membrannya diselimuti oleh sel lilin.

Penyakit kusta sangatlah menular. Dia bukanlah kutukan seperti apa yang dipercayai masyarakat. Penyakit ini bisa menimpa siapa saja, yang intens melakukan kontak erat dengan penderita kusta. Namun, walaupun kusta sangat mudah menular, ada syarat tertentu sehingga seseorang menjadi penderita kusta. Misalnya saja kontak erat dan lama; sanitasi dan higienitas tempat yang buruk; kekebalan tubuh atau imunitas tubuh yang buruk; dan lain-lain.

Dan jangan salah, pertumbuhan dan perkembangan bakteri kusta sangat lambat. Masa inkubasinya bisa sekitar 5 tahun, dari mulai si bakteri masuk hingga menyebabkan penyakit. Itu sebabnya, jika seseorang kontak dengan penderita kusta, belum tentu dia bisa langsung jadi penderita juga. Bisa saja dia langsung sembuh karena cepat mendapatkan penanganan.

Itu tentang kusta. Nah down syndrome, menurut situs Alodokter, itu adalah kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan kelainan fisik yang khas. Gejala down syndrome itu bisa ringan atau berat. Dan kebanyakan, penderita down syndrome juga mengalami kelainan fungsi tubuh yang lain. misalnya saja penyakit jantung.

Down syndrome juga bukanlan penyakit kutukan, atau karma orang tua yang menimpa anak, seperti yang banyak dituduhkan masyarakat. Down syndrom itu kelainan genetik yang banyak terjadi. Data dari WHO menyebutkan bahwa di setiap tahunnya, ada sekitar 3000 hingga 5000 bayi lahir menderita kelainan down syndrom. Dan ini bisa terjadi pada bayi siapa saja. Dari orang tua yang awam hingga ke orang tua yang berpendidikan. 

Mereka Bisa Setara

Fakta mengenai penyakit kusta dan juga down syndrome rasanya sudah cukup ilmiah. Orang dengan penyakit kusta bisa sembuh dengan pengobatan yang intensif. Tak perlu dijauhi dan dikucilkan. 

Mbak Uswa yang menjadi pembicara di live streaming KBR adalah contohnya. Tak berhenti sampai sembuh saja, karena beliau merasakan sendiri bagaimana tidak enaknya didiskriminasi, dia akhirnya bergerak aktif di dalam sosialisasi penyakit ini. 

Pun demikian dengan penderita down syndrome. Dengan pengobatan khusus, mereka juga bisa hidup setara. Mereka bisa belajar dengan baik. Bahkan menurut dr. Oom, di organisasinya, yakni di Persatuan Orang Tua dengan Down Syndrom (POTADS), ada banyak sekali penderita down syndrom yang berprestasi. Sebab mereka juga bisa dilatih layaknya orang normal. Ada yang jago berhitung, membaca, menyanyi, bermain musik, dan lain-lain. 

Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara

Wow keren banget ya mereka. Ternyata para penyandang disabilitas ini juga seperti kita. Bisa dilatih dan akhirnya mahir. Belum tentu juga kita bisa menyamai prestasi yang mereka raih seandainya kita berlatih pun. Bisa saja kita tidak berbakat.

Duh, saya merasa bersalah banget. Iya, walopun secara langsung saya belum pernah melakukan diskriminasi, rasanya saya kok memberi andil terhadap hal yang demikian. Sebab saya baru tahu hal ini sekarang. Dan gak pernah mencari tahu.

Well, better late than never, ya. Yuk mulai sekarang kita jangan lagi melakukan diskriminasi dan stigma. Terhadap siapa pun. Termasuk para penyandang disabilitas. Mereka juga manusia. Mereka bisa hidup layak seperti kita.

Dan untuk para penyandang disabilitas, ada kutipan keren nih dari dr. Oom.

“Untuk semuanya, entah yang kusta, yang punya anak disabilitas, atau entah siapa pun yang pernah mengalami diskriminasi, pernah dibully, pernah diejek, tunjukkan pada dunia bahwa kita bisa kok, dengan apa pun kita bisa bersama-sama melawan diskriminasi ini. Tapi dimulai dari diri sendiri. Seperti contohnya Mbak Uswa tadi. Kalo mau melawan stigma dari diri sendiri harus sembuh dulu. Buktikan bahwa dengan nurut sama dokter, dengan memenuhi semua anjuran dokter, rutin minum obat, Insya Allah sembuh. Dan akhirnya Mbak Uswa, bisa membagikan ceritanya dan jadi motivasi untuk teman-teman semua. Dan ini memang yang harus tetep semangat, gak boleh putus asa, gak boleh minder, gak boleh gak percaya diri. Ayo gabung sama komunitas. Dan dapatkan ilmu sebanyak-banyaknya dari org lain. Ambil ilmunya, curi ilmunya. Harus mau banyak bertanya. Dan cari referensi.”

Oke!

Hmm… insightful banget deh acara yang saya simak beberapa waktu yang lalu. Semoga saja banyak yang menyimak. Dan banyak yang tereduksi. Semoga juga deh, tulisan saya juga banyak yang baca. Supaya kita semua bisa melawan diskriminasi dan stigma terhadap para penyandang disabilitas ini. Kita semua sama. Kita semua setara. Semoga bermanfaat!



24 komentar:

  1. Bener teh harus melawan stigma tentang hal ini, harus banyak disuarakan yah biar banyak yang paham juga.

    BalasHapus
  2. Memang miris banget sih kalo masyarakat kita masih timbul stigma negatif pada penderita kusta dan Down Syndrome. Penting banget seringnya melakukan edukasi dari pemerintah, bahwa mereka tidak boleh dikucilkan. Penting juga bersuara untuk menghentikan diskriminasi demi mewujugkan dunia yang setara.

    BalasHapus
  3. Pastinya ngga ada satu manusia pun yang suka dgn diskriminasi.
    sayangnya masih banyak yg bersikap seperti ini ya Teh.
    Semogaaa edukasi yg terus gencar membuat kita makin bijak!

    BalasHapus
  4. masih harus terus digaungkan nih ya teh tentang penyakit kusta ini karena ternyata belum merata infonya. Aku juga sedih di kalangan nakes kadang masih ada yg pilih2. Moga stigmanya cepat berakhir dengan semakin banyaknya yg menyuarakan

    BalasHapus
  5. Sepertinya acara edukatif kayak begini harus sering diadakan yah Teh untuk meningkatkan kesadaran dari masyarakat tentang keberadaan kaum disabilitas, jangan sampai terjadi diskriminasi yah

    BalasHapus
  6. Sedih ya masih ada diskriminasi Alhamdulillah dulu saya SMa negeri masih terima murid tuna netra, lumpuh maak bahkan malah lolos PTn sampai S2 mereka. Nah sekolah anak2 saya juga menerima anak berkebutuhan khusus jd anak2 belajar berteman dg siapa saja.

    BalasHapus
  7. Acaranya bagus banget nih memang masyarakat kita ini masih kurang edukasi mengenai hal ini sehingga stigma negatif pada penderita kusta dan down syndrome masih banyak terjadi bahkan sampai pada tahap diskriminasi. Semoga dengan adanya sosialisasi seperti acara tersebut dan melalui tulisan ini masyarakat luas semakin bijak dalam bertindak demi mewujudkan kesetaraan sosial

    BalasHapus
  8. Banyak perilaku diskriminatif bisa jadi karena masyarakat kita belum teredukasi dgn baik mengenai down sindrome dan kusta ya teh. Jadi cuma rumor dan mitos yg turun temurun. Alhamdhulilah ada acara kaya gini bisa menyadarkan kita spy ga lagi diskriminatif sama pwnderita kusta dan down sindrome

    BalasHapus
  9. Saya baru tau, loh, Teh, kalau masa inkubasi pemicu kusta bisa sekitar 5 tahun, dari mulai si bakteri masuk hingga menyebabkan penyakit. Cukup lama juga ya. Kalau udah ada gejala yang terlihat memang sebaiknya segera ditangani ya...

    BalasHapus
  10. Edukasi seperti ini memang perlu banget dilakukan supaya masyarakat awam makin paham ya teh kalau sebenarnya saudara-saudara kita yg sakit dan disabilitas juga tetap manusia dan mampu berdaya di masyarakat. Semoga dengan kegiatan semacam ini stigma negatif dan diskriminasi semakin berkurang ya.. aamin.

    BalasHapus
  11. Kagum sama semangat mbak Uswa dan dr OOm.
    beratttttt banget ya ujian dan challenge Allah untuknya, tapi mereka bisa hadapi dan keluar sebagai pemenang!

    BalasHapus
  12. Tidak ada orang yang suka disldiskriminasi
    Edukasi seperti ini sangat penting ya mbak
    Agar semua orang diperlukan secara setara

    BalasHapus
  13. Diskriminasi ini memang kerap ditemui di dunia nyata, karena para disabilitas pasti dianggap tidak sanggup bekerja layaknya orang normal. Padahal ketika mengerjakan sesuatu yang sudah menjadi keahliannya, maka tidak ada batas antara disabilitas atau tidak.

    BalasHapus
  14. Masa inkubasi kusta lama banget memang, ya. Sedih memang kalau ada yang suka dskriminasi seperti ini. Apalagi untuk down syndrome yg kadang emang suka ngelibatin orang tua. Dibilang ortunya bermasalah ini itu. Hiks.


    Semoga enggak ada lagi diskriminasi di masyarakat.

    BalasHapus
  15. Acara bersama KBR selalu kece ya teh, banyak pengetahuan baru, jadi kita teredukasi juga. Apalagi tentang stigma.

    BalasHapus
  16. Aamiiin..semoga semakin banyak netizen di luar sana yang membaca tulisan ini, dan tulisan terkait lawan stigma lainnya. Jangan ada lagi diskriminasi, jangan ada lagi seseorang yang menganggap remeh/rendah orang lain. Yuk bisa yuk, saling support, saling bantu, mereka sama kok seperti kita. Mereka pun bisa berkarya, bisa berprestasi.

    BalasHapus
  17. Saya harap sosialisasi begini terus berlanjut dan sampai ke lapisan masyarakat terbawah. Karena stigma itu biasanya ada di masyarakat yang belum mengerti

    BalasHapus
  18. Pengetahuan masyarakat terkadang masih minim namun sudah cepat sekali menghakimi para penyandang disabilitas. Ya kalau dilogika, mana ada sih Allah ngasih kutukan ke makhluknya ya, duh duuuh... Semoga edukasi tentang kesetaraan ini bisa dilakukan terus menerus hingga akhirnya semua lapisan masyarakat memahaminya secara benar dan memberikan kesempatan yang sama kepada para penyandang disabilitas.

    BalasHapus
  19. Tapi sekarang untuk yang down sindrome sudah banyak teh yah yg bisa melakukan umumnya seperti yg lain tapi kalau untuk yang kusta masih jarang denger juga makanya kental banget diskriminasi semoga edukasi macam gini ubah mindset masyarakat ya

    BalasHapus
  20. Sosialisasi melawan stigma harus dtularkan pada anak2 sama orng tua mereka agar dr kecil mereka memahami jadi setelah dewasa lebih empati

    BalasHapus
  21. Bahwa penyandang disabilitas berhak memdapatkan pelayanan yang sama. Penyakit kusta turun temurun dianggap penyakit menular dan harus dikucikan..bersyukur udah banyak edukas sehingga masyarakat sedikit demi sedikit mulai merubah stigma yang ada

    BalasHapus
  22. Memang tidak mudah menjadi orang yang "berbeda" ya mbak... Harus siap lahir dan batin menghadapi dunia luar yang tidak semua ramah. Senang sekali dengan adanya aneka webinar dari KBR yang membuka empati dan kesadaran kita terhadap mereka yang kurang beruntung.

    BalasHapus
  23. penderita kusta itu seringnya dari kalangan bawah ya mbak nia. jadinya mereka enggak tahu kalau bercak putih mati rasa itu kusta. walhasil, ketika sudah membuat disabilitas, barulah terdekteksi. daan stigma kerap membuat mereka menjadi kaum marginal.

    BalasHapus
  24. Banyak juga pertumbuhan down sindromenya ya, Teh. Edukasi untuk menyetarakan mereka memang harus dilakukan terus menerus sehingga masyarakat paham.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)