27.7.21

Stop Stigma Buruk dan Diskriminasi Penderita Kusta


Manteman, beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan ikut nyimak live streaming di Youtube mengenai hal baru. Yakni tentang Akses Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas termasuk Orang dengan Kusta. Acara yang diselenggarakan Kantor Berita Radio KBR ini sungguh memberi banyak sekali insight baru.

Dalam acara tersebut hadir Bapak Suwata dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang serta Bapak Ardiansyah yang merupakan Aktivis Kusta dan sekaligus Ketua PerMaTa Bulukumba. Acaranya sendiri dipandu oleh host Mbak Ines Nirmala. Ah ya, PerMaTa ini adalah organisasi yang merupakan wadah edukasi para penderita kusta. Di sana dilakukan pendampingan serta peningkatan kapasitas diri agar mereka bisa tampil penuh percaya diri. 


Apa Sih Kusta?

Saya sendiri masih awam dengan yang namanya penyakit kusta atau lepra. Saya hanya tahu sebatas informasi yang diberikan di dalam berita saja. Itu pun zaman dulu, ketika saya masih kecil. Setelah itu, baru deh sekarang dengar lagi. Jadinya saat menyimak acara live stream tersebut, banyak hal yang membuat saya terbelalak.

Penyakit kusta atau lepra sebenarnya merupakan sebuah penyakit infeksi kronis. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Sebuah bakteri yang sifatnya tahan asam, aerobik, bergram positif, memiliki bentuk basil atau batang, serta berciri khas membrannya diselimuti oleh sel lilin.

Penyakit kusta sangatlah menular. Penderitanya akan mengalami penurunan kemampuan, baik itu penurunan sensorik maupun penurunan motorik. Tak sampai di situ, permasalahan yang dialami penderita kusta juga diperparah dengan stigma dan diskriminasi. Jelas, hal ini pada akhirnya berimbas pada bidang sosial ekonomi serta kepercayaan diri yang minim dari penderitanya. 

Menurut Bapak Suwata, populasi penderita kusta di Kab Subang itu berada di tingkat 2. Di mana di tahun 2018, angka cacat yang tercatat itu ada 7 kasus, atau sekitar 5%. Kemudian di tahun 2019, tercatat sebanyak 9 kasus. Nah di tahun 2020, itu mengalami peningkatan menjadi 12 kasus, atau sekitar 11% dari seluruh kasus yang ada. 


Mengkhawatirkannya Akses Kesehatan Penyandang Disabilitas termasuk Orang dengan Penyakit Kusta

Dari data Bappenas di tahun 2018, disebutkan bahwa jumlah penyandang disabilitas yang ada di Indonesia itu ada sekitar 21,8 juta, atau sekitar 8,26% dari total penduduk Indonesia. Angka ini termasuk pasien kusta, penyandang disabilitas karena kusta, serta orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK). 

Meskipun angka penyandang disabilitas ini tidak banyak jika dibandingkan dengan jumlah total penduduk Indonesia, akan tetapi mereka mengalami banyak sekali kesulitan. Terutama dalam hal akses terhadap layanan kesehatan yang layak.

Bapak Ardiansyah, yang merupakan Aktivis Kusta sekaligus Ketua PerMaTa Bulukumba sendiri mengatakan mengenai hal tersebut. Dari mulai rumah sakit khusus kusta yang beralih ke rumah sakit umum, kemudian juga pelayanan yang kurang baik, serta tidak tercovernya segala biaya oleh BPJS. Contoh nyatanya, waktu rehabilitasi penderita kusta yang harusnya lama, jadi disamakan dengan pasien umum. Jadinya pengobatan tidak bisa maksimal. 

Yang diinginkan para penderita kusta tentu saja adalah kesamaan hak. Toh bukankah penyandang disabilitas, termasuk penderita kusta juga adalah warga negara yang haknya dijamin oleh undang-undang? Nah dalam hal ini, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. Tak sampai di situ, penyandang disabilitas juga difasilitasi untuk bisa hidup mandiri serta produktif. Baik secara sosial mau pun ekonomis. 

Ya, semuanya perlu diupayakan. Supaya semua penyandang disabilitas, yang juga termasuk  pasien kusta mempunyai derajat kesehatan optimal. Sehingga akhirnya, mereka bisa produktif dan turut berpartisipasi membangun masyarakat dan negara.

Stop Stigma Buruk dan Diskriminasi Penderita Kusta

Stigma buruk dan diskriminasi yang dirasakan penderita kusta, dari dulu hingga sekarang tak pernah berakhir. Jadinya, mereka semakin terpuruk akibat kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Tak heran, dari waktu ke waktu, mereka merasa malu, takut, sedih, depresi, dan putus asa.

Dalam hal ini, PerMaTa di wilayah Sulawesi Selatan memegang peranan ini. PerMaTa terus mengadvokasi masyarakat. Mereka memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai penyakit kusta. Baik di desa, dan terutama sekali di perkotaan. 


PerMaTa tentu tak akan bisa maksimal jka hanya melakukan hal tersebut secara sendirian. Bapak Ardiansyah mengharapkan edukasi mengenai kusta ini juga dilakukan di kampus serta di sekolah-sekolah. Sebab selama ini, stigma buruk serta diskriminasi ternyata terjadi karena kurangnya informasi di masyarakat mengenai kusta.

Lalu bagaimana di daerah lain? Sama saja. Di Kabupaten Subang juga demikian. Itu sebabnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Subang membuat program prioritas. Berikut ini program-program prioritas tersebut.

  1. Mencegah penularan kusta dengan membuat program pengobatan pada kontak kusta. Kemudian dibuat edukasi kepada masyarakat.
  2. Melakukan program pencegahan kecacatan pada penderita kusta. Misalnya dengan mencegah pasien yang tidak melakukan pengobatan, serta melakukan pemeriksaan sedini mungkin.
  3. Melakukan program Pemberdayaan terhadap penderita kusta atau disabilitas. Bentuknya berupa peningkatan lifeskill.
  4. Melakukan program pengurangan diskriminasi atau stigma.

Well…

Itu dia di antaranya materi yang saya dapatkan dari acara livestream Akses Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas termasuk Orang dengan Kusta yang dilakukan oleh Kantor Berita Radio KBR dan juga Dinas Kesehatan Kabupaten Subang serta PerMaTa. Sungguh, menyimaknya membuat saya sedih. Ya sedih, karena ternyata akses kesehatan inklusif bagi penyandang disabilitas termasuk orang dengan kusta itu masih sangat minim.

Semoga deh, dengan semakin banyaknya sosialisasi mengenai hal ini, yang bentuknya seperti yang digagas Kantor Berita KBR, masyarakat dan pemerintah semakin mengerti. Masyarakat tak lagi membuat stigma buruk dan diskriminasi terhadap penderita kusta; dan pemerintah semakin peduli dengan membuat rumah sakit khusus kusta dan juga fasilitas agar pada penderita kusta bisa produktif. Baik secara sosial ekonomi, atau pun dalam hal rasa percaya diri. 

Oke deh teman-teman, segitu dulu tulisan saya. Ada yang mau melengkapi? Atau mungkin punya pengalaman dengan hal-hal yang berbau stigma buruk dan diskriminasi pada penderita kusta? Yuk kita diskusi!



22 komentar:

  1. Teh nia, saya tuh kalau baca cerita tentang penderita kusta jadi ingat cerita nabi Ayyub. Kebayang deh.. jaman serba mudah mendapatkan informasi macam gini aja, masih banyak yang memandang negatif ke OYPMK gimana jaman nabi Ayyub ya? Makanya perlu banget nih program-program penyuluhan macam ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah jadi sakitnya Nabi Ayyub itu masuk kusta ya Mba? Selama ini cuman taunya penyakit kulit gitu tapi ga menular. Soalnya istrinya ga kena.

      Dan dari artikel ini juga baru ngeh kalo ternyata penyakit kusta ini mulai muncul lagi yaa? Duh sedihnya, padahal dulu2 katanya sudah sangat terkendali :(

      Hapus
  2. Dulu aku kira penyakit kusta ini bisa dengan mudah menular mam. Ternyata kusta memang menular tapi tidak mudah menular terutama jika kita punya imunitas yang kuat ya. Apalagi jika masih gejala awal, kusta bisa disembuhkan. Semoga makin banyaak yang teredukasi dan sembuh dari kusta. Aamiin..

    BalasHapus
  3. program-program untuk penderita kusta membantu penderita kusta untuk bisa lebih berdaya dan diterima oleh masyarakat

    BalasHapus
  4. sosialisasi soal kusta ini emang perlu digalakkan lagi, dulu zamana ku remaja aku inget banget dah ramai soal sosialisasi dan eduaksi penyakit ini di masyarakat tp kemudian lamaaa sepi... dan kayaknya koks ekarang stigma itu terbentuk lg ya, butu kembali galakkan edukasi n sosialisasi nih

    BalasHapus
  5. Dulu saat masih kecil, banyak cerita ngeri aku dengar terkait kusta. kebetulan ada famili mengalami ini. Dan aku tinggal di Jawa timur bagian timur, di mana arome klenik masih luar biasa kental. Kusta jadi dihubungkan dengan hal-hal mistis yang sungguh embuh. Awalnya pas terlibat dalam kampanye ini, aku sempet heran, eh ternyata hari gini, masalah kusta belum selesai lo

    BalasHapus
  6. Semoga semakin banyak tulisan-tulisan seperti ini. Informasi tentang kusta ini masih bisa dibilang sangat minim dikalangan masyarakat. Penderita kusta cenderung di jauhi dan di asingkan

    BalasHapus
  7. Programnya bagus mba. Itu stigma masyarakat memang jadi bikin mental drop ya. Padahal kalau udah sembuh yaudah gpp, mereka bisa dpt hak yg sama. Edukasi harus terus dilakukan ke masyarakat. Moga keadaannya menjadi lebih baik lagi dan OYMPK dimudahkan. Bisa sembuh dan berkegiatan seperti sedia kala..amiin

    BalasHapus
  8. Jadi kusta itu masih ada ya...
    Sedih ya penyandangnya mendapatkan perlakuan diskriminasi... Semoga langkah pemerintah kabupaten subang dilakukan juga oleh pemerintah daerah lain...

    BalasHapus
  9. Penting banget sosialisasi mengenai Penyakit Kusta ya Teh. Supaya kita tidak terlalu cepat menyimpulkan dengan banyak ketakutan yang akhirnya malah mendiskriminasikan saudara kita sendiri yang sedang perlu bantuan. Semakin cepat diketahui dan ditanggapi dengan tepat, sakit ini (dan sakit apapun) bisa diatasi, setidaknya memperlambat sebelum berdampak kemana-mana.

    BalasHapus
  10. Penyakit kusta ini gejalanya ringan yaa, teh..
    Sehingga banyak orang yang gak aware dan cenderung membiarkan. Kalau sudah membawa ke kelumpuhan, pasti sangat berdampak bagi sang penderita, OYPMK.
    Semoga dengan kerjasama yang baik, para OYPMK ini bisa menjalani kehidupan dengan karir yang sesuai kemampuannya.

    BalasHapus
  11. Aku tuh apa itu kusta tahunya juga belum lama Mak, tp kalau lepra ya tahu... Dan ada kok di sekitar aku yang menderita lepra, tp ya gt dipandang sebelah mata, diomongin di belakang.. Semoga makin banyak yg teredukasi ttg kusta ini

    BalasHapus
  12. Aku tuh apa itu kusta tahunya juga belum lama Mak, tp kalau lepra ya tahu... Dan ada kok di sekitar aku yang menderita lepra, tp ya gt dipandang sebelah mata, diomongin di belakang.. Semoga makin banyak yg teredukasi ttg kusta ini

    BalasHapus
  13. Semoga makin banyak giat untuk upayakan kesehatannbagi penderita kusta ya teh

    BalasHapus
  14. Saya juga Mak, masih awam dengan penyakit Kusta ini. Ingatnya ini adalah wabah dulunya di India dan bagaimana perannya Mahatma Gadhi dalam merawat dan mengobati pasien kusta. terima kasih ayas informasinya Mak

    BalasHapus
  15. Semoga dengan kegiatan-kegiatan seperti ini, mampu mengikis stigma negatif yang sudah tertanam lama di benak masyarakat ya. penyakit kusta bukan untuk dijauhi, malah seharusnya diberikan dukungan untuk semangat menjalani pengobatan supaya bisa sembuh

    BalasHapus
  16. Semoga orang - orang lebih banyak yang aware pada pendrita kusta. Tapi ada pedagang sayur dekat rumah yang kusta, alhamdulilah hualaa

    BalasHapus
  17. Penyakit kulit di Indonesia itu emang banyak ya. Tapi rata-rata bisa disembuhkan. Kasian dengan penderita kusta yang dikucilkan dan dikatain kena guna-guna. Moga makin banyak yang peduli.

    BalasHapus
  18. edukasi semacam ini sangat penting memang. Kadang karena minim pengetahuan, orang jadi memberi stigma dan anggapan keliru tentang kusta. Semakin mereka dikucilkan, akan semakin sulit penyakit ini diberantas. Karena penderitanya akan malu mengakui kalau terjangkit kusta dan nggak mau berobat sehingga terlambat.

    BalasHapus
  19. Inti tu kyknya salah yang bikin poster dan banner soal info kusta saat zaman kecil. Dibikin seolah2 kusta tu amat menular dan gak bisa sembuh gtu. Aku aja masih keinget lho deket puskesmas ada baliho org kena kusta gede2 dan cukup terpatri di ingatan haha
    Emang bener kudu sering2 edukasi kyk gni, minimal generasi setelah kita paham bahwa penyintas kusta pun kalau diberi kesempatan msh bisa kerja dan berkarya ya

    BalasHapus
  20. Saya juga sempat salah info tentang kusta. Bayangan saya senggolan bisa menular. Ternyata tidak seperti itu. Dan yang paling mencengangkan, ternyata pasien kusta di Indonesia masih banyak, bahkan terus meningkat. Duh, ke mana saja saya.

    BalasHapus
  21. Aku jadi ingat waktu kecil , di mana penderita kusta di indonesia masih banyak. Ada juga family guruku yang kena sampai tangannya mrotolin, dan memang waktu itu masyarakat kurang edukasi kusta jadi takut dan menjauhi penderita ya

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)