12.4.13

Facelift, Kisah-Kisah Seru di Dalam Lift

Setiap akhir tahun atau beberapa hari menjelang tahun baru, semua orang biasanya membuat resolusi. Begitu pun dengan saya. Beberapa target yang selama setahun tidak tercapai dan target setahun ke depan yang ingin dicapai, saya tulis satu per satu. Semuanya sengaja ditulis agar saya tetep inget dan malu sendiri jika berleha-leha dan akhirnya lupa dengan target yang pernah dituliskan.

Sudah menginjak tengah bulan keempat, resolusi saya yang segambreng itu ternyata masih hanya sekadar tulisan tak bermakna. Malu? Tentu saja, tapi apa boleh dikata, karena satu dan lain hal, resolusi-resolusi itu belum juga bisa dicentang sebagai tanda pencapaian (alasan). 


11.4.13

Mizan, Budaya Baca, dan Sebuah Mimpi

Tak tuk tak tuk tak tuk tak tuk tak tuk ....
Bunyi pelan tuts-tuts keyboard laptop mengagetkanku pagi itu. Bagaimana tidak, sepagi itu, biasanya belum ada orang rumah yang bangun, apalagi memakai laptop. Awalnya kupikir itu hanya khayalanku saja, tapi begitu ke ruang tengah, benar saja, seseorang sedang memakai laptopku. Dan dia adalah Reihana, puteri pertamaku.
"Teteh?" tanyaku heran.
"Ssssstttt ...," Reihana menempelkan telunjuk kanannya tepat di atas kedua bibirnya sebagai isyarat agar aku diam.
Aku semakin terheran.
"Teteh lagi apa?" tanyaku lagi.
"Umi jangan ribut dong. Teteh kan lagi nulis," jawabnya sambil cemberut.
Aku pun menyerah. Baiklah, jika itu maunya. Aku pun kembali ke dapur dan membiarkan Reihana meneruskan kembali kegiatannya dengan laptopku.

8.4.13

Keberuntungan Ada di Mana-Mana

http://rishadt.files.wordpress.com/2011/04/eight.jpeg
 "Wi, kamu kenapa, sih? Dari tadi manyun mulu?" akhirnya tanya itu ke luar juga dari mulutku.
Dewi menghela napas panjang.
"Bete, Ni," jawabnya pendek.
"Bete? Bete kenapa?" tanyaku penasaran.
"Kemaren kan pengumuman hasil tes di Instansi A itu," jawab Dewi dengan tatapan kesal.
"So?" aku bertanya lagi.
"Ya gue ga keterima. Lo tahu sendiri. Yang keterima, orang-orang yang punya koneksi di dalam," jawab Dewi ketus.
"Masa sih, Wi? Kamu kan pinter!" Aku heran.
"Ya gitu deh. Coba kalo bokap gue punya kenalan di situ, aku pasti keterima kerja di sana!" Dewi menjawab masih dengan nada kesal.

***