5.5.18

Ciri-ciri Popok Dewasa Berkualitas Baik


Memiliki gangguan buang air kecil itu sangatlah menyebalkan. Sebab permasalahan ini berdampak pada tidak dapatnya kita melakukan segala aktifitas dengan baik dan leluasa. Untungnya, hal ini disadari produsen popok. Tak hanya mengeluarkan produk popok anak, para produsen ini juga menciptakan berbagai macam ukuran dan merk dari popok dewasa yang dapat dipilih, yang bisa digunakan sesuai dengan kebutuhannya. Walaupun demikian, memilih popok dewasa terbaik tidaklah mudah untuk dilakukan. Banyaknya brand yang bisa dipilih di pasaran, sering kali membuat bingung. Bisa saja sih kita memilih secara acak. Tapi efisiensi waktu dan uang tentu harus menjadi pertimbangan kita juga.

26.4.18

Teliti dan Jeli Memilih Jajanan Anak Masa Kini


Teman-teman, masih inget gak sama kejadian beberapa bulan lalu saat gencar-gencarnya berita sidak jajanan anak yang berbahaya? Pasti inget dong, soalnya viral banget, kan, ya. Nah saat itu, di warung-warung deket rumah dan di beberapa grup What’s App (WA) yang saya ikuti, kabar itu hebohnya berlipat-lipat. Gak cuma untuk jajanan yang jelas-jelas dikonfirmasi BPOM. Bahkan jajanan yang banyak disukai anak-anak yang tidak diberitakan pun, ikut terseret. Kalo gak hati-hati dan lalu turut menyebarkannya, lantas kemudian tercium sama produsennya, ngeri deh. Bisa-bisa, seisi grup WA disomasi sama pihak yang terkait.

Alhamdulillah, saya gak ikut-ikutan. Keriuhan berita hoax yang akhir-akhir ini beredar, membuat saya berpikir puluhan kali untuk menerimanya. Apalagi untuk share sana-sini. Gak mudah bagi saya untuk percaya kebenaran suatu kabar. Terlebih untuk sesuatu yang tidak dikonfirmasi pihak berwenang. Saking cueknya saya sama kabar-kabar itu, saat anak-anak saya masih mengonsumsinya, tetangga atau saudara-saudara nyinyir dan nyindir pun, tak pernah saya hiraukan.

22.4.18

Hidup Bahagia Penuh Cinta Ala Saya


“Teh, Rayi itu anak pertama, ya?” tanya seorang ibu.
“Bukan, Rayi itu anak ketiga,” jawab saya.
“Wah, emang teteh punya anak berapa? tanyanya lagi.
“Empat,” jawab saya pendek.
“Euleuh… kirain teh, si teteh cuma punya 2 anak saja.”

Seperti itulah kira-kira percakapan saya dengan seorang ibu, di sekolah anak ketiga saya. Bukan kali itu saja ada ibu yang nanya hal serupa. Sebelumnya, baik di sekolah, atau di mana saja, saat saya bawa 2 bocah cilik, saya disangka baru punya 2 anak. Walopun awalnya saya pengen iseng bohong, pada akhirnya saya jujur. Saya sudah punya 4 anak. Dan kebanyakan dari mereka tidak percaya. Apalagi saat saya bilang kalo 2 anak saya yang besar sudah pada ABG (anak baru gede). Yang pertama sudah SMA, dan yang kedua sudah SMP.