19.1.15

Waspadai Lidah Putih Pada Bayi

Dulu saat belum punya anak, bahkan sebelum nikah, saya sering banget lihat bayi yang lidahnya berwarna putih. Dulu sih, karena gak pernah lihat secara detail, saya kira lidah putih pada bayi itu biasa. Mungkin karena susu yang ngendap. Atau mungkin seperti saya, yang kadangkala lidah putih akibat sariawan, abis minum air panas, atau mungkin abis makan makanan berwarna putih.

Tapi ternyata tidak demikian saat lidah anak saya berwarna putih. Ya, saat Dede Zaudan berusia 2 atau 3 bulan, di bagian tengah lidahnya memutih. Awalnya saya pikir itu sama seperti lidah saya. Tapi karena dalam waktu 1-2 minggu tidak hilang juga, dan malah bagian putihnya semakin tebal, saya jadi khawatir. Apalagi saat si putih itu tiba-tiba menguning, kekhawatiran saya semakin menjadi. Saya takut, si lidah putih itu akan mengganggu tubuh Dede Zaudan. Atau mungkin menyebabkan penyakit tertentu.

Beruntung sekarang ada mbah gugel, ya. Dengan ngetik kata kunci ‘lidah putih pada bayi’, semua informasi yang saya butuhkan langsung didapat. Iya! Ternyata lidah putih pada bayi itu, kata mbah gugel patut diwaspadai, soalnya itu biasanya adalah jamur. Awalnya mungkin cuma berupa lapisan tipis berwarna putih yang bisa aja dari endapan susu yang nempel. Tapi jika dibiarkan, apalagi jika kebersihan mulut si bayi kurang bagus, si jamur bisa tumbuh subur di sana.

18.12.14

Sanitasi dan Kesehatan, Kunci Menggapai Mimpi dan Masa Depan

Semasa kuliah dulu, saya punya teman yang memiliki kebiasaan unik. Kebiasaannya begini: setiap ke suatu tempat selain di rumahnya, dia tak pernah sembarangan buang air. Baik itu buang air besar atau pun buang air kecil. Alasannya, semua tempat selain di rumahnya mempunyai air yang kotor.

Di awal-awal masa perkuliahan, teman saya itu terlihat sangat tersiksa. Bagaimana tidak, meskipun rumahnya cukup dekat dari kampus, ketika dia ingin buang air, dia pasti akan pulang ke rumahnya. Tak sekali pun saya melihat dia ke toilet kampus untuk buang air. Barulah ketika masuk semester 2, dia berani buang air. Itu pun hanya di toilet lantai 3 gedung jurusan kami. Jadi tak heran, jika sedang kebelet sekali pun, dia akan lari terbirit-birit menuju toilet lantai 3 gedung jurusan. Ketika saya tanya kenapa, jawabnya: toilet lantai 3 itu airnya cukup bersih di mata dia. Selain itu, semuanya kotor. Katanya, dia sudah melakukan survey di semua toilet kampus.

Kebiasaan uniknya tak cuma itu saja. Dia juga selalu membawa sabun pencuci tangan di dalam ranselnya. Bahkan jika sedang kuliah lapangan, sabun pencuci tangan itu ditemani air mineral. Ya, air mineral yang dibekalnya dobel. Sebagian untuk minum dan sebagian lagi untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Lagi-lagi, alasannya karena air di lapangan pasti sangat kotor. Sungguh, kebiasaan yang menurut saya super duper steril itu membuat geleng-geleng kepala.

28.11.14

Anak Dikekang, Kemampuannya Kurang Berkembang

Dulu, saat baru beranak satu, saya itu bisa dibilang tipe ibu yang over protektif. Mau ngelakuin apa aja atau mau pergi ke mana aja, anak saya pasti dilindungi dengan sangat ekstra. Saat itu, prinsip saya, anak-anak harus terlindungi dari berbagai macam kuman yang ada di lingkungan. Maklumlah, keseringan nongkrong di lab mikro saat kuliah dulu bikin saya jadi tahu kalo berbagai macam kuman itu ada di mana-mana.

Suka lucu kalo inget saat-saat dulu. Bayangin aja, mau ke luar rumah deket pun, misalnya ke warung, si teteh Reihana pasti saya pakein jaket, kaos kaki, kerudung/kupluk. Padahal itu jam 12 siang. Anaknya jerit-jerit kepanasan pun gak saya hiraukan. Yang penting si anak bisa terhindar dari godaan kuman yang terkutuk.

Bukan cuma soal pakaian jika ke luar rumah. Saat bermain pun, Reihana saya batasi dengan ketat. Dia gak boleh main air, main tanah, bahkan main-mainan yang bernoda seperti pulpen, spidol, dan sebangsanya. Selain alasan takut termakan/terminum, saya juga gak suka kalo tangan, baju, tembok, kursi, atau apa pun dicorat-coret Reihana. Dan ya, sesuai harapan saya, Reihana saat itu menjadi anak yang 'steril'.