Tampilkan postingan dengan label #WorldsTBDay. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #WorldsTBDay. Tampilkan semua postingan

13.7.14

Patahkan Stigma dan Diskriminasi Terhadap Penderita Tuberkulosis!

Dulu, saat pertama kali tahu bahwa dirinya menderita penyakit tuberkulosis, adik saya sangatlah terpukul. Pukulan terberat yang dirasakannya, bukanlah bayangan kematian akibat penyakit tuberkulosisnya atau pun berat dan lamanya masa pengobatan penyakit tersebut. Dia sangat takut dengan stigma dan diskriminasi masyarakat akan penderita penyakit itu.

Ya, sebagaimana kita tahu, di masyarakat, penyakit tuberkulosis itu seperti sebuah penyakit kutukan. Penyakit turunan, menular, dan sangat mematikan, sehingga penderitanya harus dijauhi dan diasingkan. Sungguh, dengan stigma negatif seperti itu, adik saya benar-benar merasakan keterpurukan yang luar biasa. Dia sangat takut jika teman-teman, keluarga, dan sahabat-sahabat karibnya akan menjauhi dirinya bila tahu dia menderita penyakit tersebut.

29.6.14

Yuk Berperan Serta dalam Program Pengendalian TB!

Seriusnya penyakit tuberkulosis tak bisa kita ragukan lagi. Penyakit ini tak hanya mengancam nyawa si penderitanya saja, tetapi juga kelangsungan hidup keluarga, tingkat kesehatan lingkungan sekitar, hingga beban negara terhadap dampak dari penyakit itu. Artikel-artikel mengenai tuberkulosis sebelumnya sudah sangat jelas membuat kita mengerti bahwa penyakit tuberkulosis tak bisa lagi dianggap remeh dan dibiarkan begitu saja ada di lingkungan kita tanpa pemantauan. Sebab dari 1 penderita tuberkulosisi aktif saja, puluhan calon penderita tuberkulosis baru akan sangat bisa dihasilkan.

Pengendalian penyakit tuberkulosis bukan hanya tugas dokter, suster, mantri kesehatan, atau pihak-pihak medis lainnya saja. Masyarakat luas juga berkewajiban di dalam proses pengendalian penyakit ini. Seperti apa bentuk peran serta masyarakat di dalam proses pengendalian penyakit tuberkulosis.

Pencari dan Pemantau Penderita yang Ada di Lingkungan Terdekat
Peran serta masyarakat dalam pengendalian TB bisa dilakukan dengan menjadi pencari dan pemantau penderita atau suspect penderita di lingkungan terdekat. Baik itu keluarga, maupun tetangga dekat atau jauh. Caranya tentu dengan memperhatikan mereka-mereka yang mempunyai ciri-ciri/gejala penyakit tuberkulosis. Jika sudah ditemukan, pastikan mereka melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara tepat  di tempat yang tepat.

15.6.14

Beban Berat Penyakit TB : Kematian dan Ekonomi

Penyakit tuberkulosis yang begitu banyak menimpa orang di sekitar kita, ternyata memang menggambarkan keadaan penyakit tersebut secara umum di negara kita. Ya, sebab berdasarkan data internasional, Indonesia merupakan negara keempat dengan jumlah kasus tuberkulosis terbanyak di dunia setelah India, Cina, dan Afrika Selatan. Jadi tentu saja, sebaran penderita di sekitar kita masih sangatlah banyak.

Bertolak dari kenyataan itu, pernahkah kita berpikir mengenai beban penyakit tuberkulosis terhadap kita? Sebagai orang yang sehat, sepertinya tidak. Tapi bagi mereka yang sakit dan keluarganya, penyakit ini merupakan beban yang berat. Tak hanya karena bayangan kematian yang begitu dekat, beban ekonomi juga sangat memberatkan mereka. Sekali pun obatnya gratis, produktivitas penderita tuberkulosis yang menurun, terutama bagi penderita yang asalnya bekerja (apalagi tulang punggung keluarganya), mengakibatkan pendapatan keluarga berkurang. Tak ayal, guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, keluarga penderita tuberkulosis seringkali menjual harta bendanya atau bahkan sampai berhutang ke sana ke mari.

1.6.14

Ko-Infeksi TB-HIV : Tantangan Pengendalian TB yang Sangat Berat

Semua orang tahu bahwa penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat mengerikan. Bagaimana tidak, penyakit yang disebabkan virus ini bisa membuat pasiennya 'mati' secara perlahan-lahan. Bukan hanya karena virus yang menggerogotinya tubuhnya itu ganas dan memang belum bisa ditemukan obatnya secara jelas, ‘hukuman sosial’ yang diderita pasien bahkan seringkali lebih membebaninya. Akibatnya, fisik dan mental pasien HIV/AIDS menjadi semakin lemah.

Virus yang menyebabkan penyakit HIV/AIDS menyerang sistem kekebalan tubuh. Human Immunodeficiency Virus ini membuat ketahanan tubuh penderitanya menurun drastis. Sehingga apa pun kuman yang menyerang tubuh penderita HIV/AIDS menjadi berisiko tinggi dan mungkin menjadi mematikan. Bahkan untuk kuman yang dianggap ringan oleh orang-orang normal.

Kuman tuberkulosis adalah salah satu contoh kuman yang sangat mematikan bagi penderita HIV/AIDS. Penderita HIV/AIDS bisa dengan cepat menjadi penderita TB aktif begitu dia menderita TB laten. Di tahun 2012, Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mencatat bahwa dari perkiraan 1,3 juta orang yang meninggal karena tuberkulosis, di antaranya terdapat 320 ribu orang yang juga merupakan penderita HIV positif (Global Report WHO 2013). Dan tentu, di tahun-tahun berikutnya, jumlah ini bisa terus meningkat karena ‘kerjasama’ dua penyakit ini di dalam satu tubuh pasien menjadi sangat sangat serius. Penderitanya disebut sebagai pasien ko-infeksi TB-HIV, yaitu pasien TB dengan HIV dan ODHA dengan TB.

18.5.14

Waspadai TB Resisten Obat

Pengobatan TB standar itu berjalan selama 6 bulan. Selama waktu pengobatan itu, penderita harus mengonsumsi obatnya secara patuh dan teratur menurut jadwal yang disarankan dokter. Jika tidak dilakukan, misalnya lupa atau pun sengaja karena malas dengan efek samping yang diberikan, atau mungkin karena sudah merasa sembuh, maka penyakit TB kemungkinan besar tidak akan terobati secara tuntas. Dan sebaliknya, kuman TB tersebut malah bisa menjadi bertambah kuat. Sehingga akhirnya, dia resisten (kebal) terhadap obat yang diberikan.

Keadaan itu persis terjadi pada seorang tetangga di kampung saya. Namanya Bu Lalah. Karena dia merasa terganggu dengan rasa mual setelah meminum obat anti TB (OAT), maka begitu tubuhnya merasa baikan, dia meninggalkan kewajibannya dalam meminum OAT tersebut.

Beberapa minggu ke depannya, Bu Lalah memang masih segar bugar. Tubuhnya nampak seperti orang biasa yang ‘sehat-sehat’ saja. Akan tetapi, setelah menginjak hitungan bulan, tepatnya bulan kedua setelah lepas dari obat, kesehatan Bu Lalah menurun dan kembali mengalami gejala yang sama seperti saat divonis menderita TB oleh dokter. Dia batuk-batuk, demam di malam hari, hilang nafsu makan, dan juga turun berat badan. Dia pun panik dan langsung dibawa keluarganya ke dokter tempat dia biasa memeriksakan kesehatannya.

4.5.14

TB Memang Mematikan, Tapi Bisa Disembuhkan

Saat pertama kali tahu bahwa adik saya terkena TB, saya dan seluruh keluarga sangat sedih. Kami benar-benar terpukul dengan kenyataan yang terjadi saat itu. Bagaimana tidak, meski kami percaya dengan takdir kematian itu di tangan Tuhan, bayangan kematian adik saya, rasanya sangat begitu nyata. Tentu, semua itu karena memang kebanyakan, penderita TB yang ada di lingkungan sekitar saya, selalu berujung pada kematian. Dan jujur, walaupun dokter sudah menjelaskan bahwa TB bisa disembuhkan, optimisme untuk sembuh itu tidak 100% kami rasakan. Bisa dikatakan, pengobatan dan konsultasi dengan dokter yang dilakukan semata-mata hanya untuk sebuah ikhtiar terakhir yang bisa kami lakukan.

Ternyata, TB Benar-benar Bisa Disembuhkan!
Dugaan saya dan keluarga ternyata salah. Penyakit TB yang diderita adik saya benar-benar sembuh dalam kurun waktu 6 bulan. Dan ini berarti, pengobatan yang dilakukan adik saya bukan hanya sebuah ikhtiar terakhir. Tapi justru, itulah pengobatan yang memang harus dijalankan.

Awalnya nasihat dokter terasa hanya sebuah hiburan saja untuk adik saya. Tapi seiring waktu berjalan dan seiring bertambah fitnya kondisi tubuh adik saya, semua bukan cuma penglipur lara semata, sebab harapan kesembuhan itu semakin nyata di depan mata.

19.4.14

Sembuhkan Pasien TB dengan Obat Gratis

Masih ingat dengan cerita tentang adik saya yang kena penyakit TB beberapa waktu yang lalu? Masih ingat juga dong dengan gejala-gejala penyakit TB ini? Supaya tidak lupa, saya ingatkan lagi ya, pasien TB aktif itu memiliki ciri-ciri atau gejala-gejala sebagai berikut.
  • Batuk-batuk yang disertai dahak berwarna abu-abu atau kuning, dan bahkan bisa disertai darah lebih dari 2 minggu.
  • Sakit dada
  • Penurunan berat badan drastis.
  • Kelelahan dan tidak fit.
  • Demam
  • Berkeringat tetapi menggigil di malam hari.
  • Kehilangan nafsu makan.

http://www.corbisimages.com

Nah, mengingat bahwa pasien TB aktif itu bisa menularkan penyakitnya kepada siapa saja dan kapan saja, termasuk kita dan orang-orang di sekeliling kita, jadi ketika kita mendapati orang di sekitar kita dengan gejala-gejala yang disebutkan di atas, sudah menjadi kewajiban kita untuk segera mengajaknya berobat. Ya, berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit.

3.4.14

Temukan dan Kenali, Penyakit TB Ada di Sekitar Kita!

Tanggal 23 Juli 2001 sepertinya menjadi hari yang tak pernah bisa saya lupakan. Bagaimana tidak, cerita yang mengalir tersendat-sendat dan disertai tangis dari orang yang paling saya sayangi itu laksana petir yang menggelegar di siang hari. Ya, adik saya satu-satunya, yang beberapa hari sebelumnya merasakan sakit dada yang tak kunjung mereda, ternyata divonis dokter menderita penyakit TB (Tuberkulosis) atau penyakit yang di lingkungan kami masih disebut sebagai TBC.

Saya benar-benar tak habis pikir. Bagaimana bisa adik saya terkena penyakit itu. Sebab rasanya, adik saya sangat menjaga kesehatannya dengan baik. Jangankan soal kebersihan tubuhnya, seisi rumah, peralatan makan, kamar tidur, atau pun kamar mandinya, kebersihan lingkungan sekitar rumah kami pun tak lepas dari perhatiannya. Jika saja ada kontes orang bersih tingkat kampung, sepertinya dia bakal jadi pemenangnya.