12.5.17

Pentingkah Keterampilan Sosial Anak?


Siang itu saya tergesa-gesa berdandan. Mumpung Zaudan, anak nomor 3 saya yang usianya 5 tahun, dibawa pergi ke warung sama tetehnya. Yap, saya mau pergi diam-diam ke pasar. Bukan apa-apa, Zaudan itu sedikit cengeng. Lihat saya berdandan sedikit saja, dia pasti merengek pengin ikut. Jangankan ke pasar, ke warung sebelah aja minta ikut. Padahal adiknya yang masih 2 tahun, biasa aja tuh. Gak pernah merengek-rengek. Paling-paling, dia hanya minta dibeliin es krim atau permen kalo saya pergi.

Kejadian siang itu bukanlah yang pertama kali. Setiap saya hendak pergi, dia pasti begitu. Merengek dan pengin ikut. Seringnya, karena saya gak tahan dengan rengekannya, saya akhirnya membawa dia. Tapi kalo hari tertalu panas seperti siang itu, terlalu berangin, sedang hujan, atau Zaudan sedang agak sakit, saya jelas gak membawanya. Dan tentu, rengekan Zaudan terus membahana di rumah. Bahkan katanya, selama saya pergi.

Zaudan Tak Percaya Saya
Apa yang saya lakukan ternyata salah besar. Menurut Psikolog Anak dan Keluarga Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psi. yang biasa dipanggil Mbak Nina, rengekan Zaudan itu adalah senjata dia untuk bisa ikut saya. Karena sering berhasil, dia jadi terbiasa melakukannya iika ingin ikut. Tak hanya itu saja, apa yang dilakukan Zaudan merupakan salah satu bentuk ketidakpercayaan dia kepada saya.

Zaudan (kiri) dan adiknya, Rayyan (kanan)

Ouch! Saya berasa tertampar. Iya, Zaudan merasa dibohongin dan tak percaya dengan saya yang sering diam-diam pergi. Naluri anak-anak kan memang selalu ingin bersama orang tuanya, terlebih ibunya. Jadinya, begitu saya berdandan, dia merengek. Dia sudah bisa tahu bahwa ibunya akan meninggalkannya. Dan kebiasaan saya yang pergi diam-diam semakin memperparahnya. Harusnya, kalo mau pergi, ya pergi aja di depan Zaudan. Seperti itu terus. Itu pada akhirnya akan membuat Zaudan mengerti. Mamanya harus pergi. Dan Zaudan tidak selalu harus ikut. Jika terbiasa, lambat laun dia tak akan merengek-rengek lagi.

Keterampilan Sosial Anak
Anak yang merengek saat ditinggalkan orang tua adalah salah satu indikasi belum terampilnya anak bersosial. Orang tua yang terlalu fokus pada keterampilan anak yang terlihat, seperti pintar membaca, bernyanyi, menari, berlari, menggambar, dan kepintaran lain yang kelihatannya signifikan, sering kali abai dengan hal ini. Padahal, keterampilan sosial juga tak kalah penting di dalam diri anak. Bahkan bisa dibilang, keterampilan sosial itu menjadi dasar agar dia bisa sukses di masa yang akan datang. *Duh… nonjok saya banget ini.*

Beruntung saya ikut Seminar Parenting Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Generasi Maju bersama SGM Eksplor beberapa waktu lalu di Hotel Harris, Bandung bersama blogger-blogger parenting Bandung. Pemaparan pembicaranya, yaitu Psikolog Anak dan Keluarga Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psi. sungguh banyak membuka mata saya.

Mbak Nina yang sedang memaparkan materi seminar parenting bersama MC Cici Panda
Foto: FB Aku Anak SGM

Sebagai orang tua, terlebih ibu bagi anak-anak saya, saya seharusnya merupakan orang yang paling berperan di dalam pembentukan karakter anak. Termasuk membuatnya pintar dan terampil bersosial. Iyalah, ibu kan orang yang pertama dan paling sering dilihat anak. Dan kita tahu, anak-anak adalah peniru yang paling ulung.

Menurut Mbak Nina, syarat utama anak untuk bisa terampil bersosial itu pada dasarnya ada 3 hal. Yaitu tubuh sehat, cerdas yang ditandai dengan kemampuannya berimajinasi, serta memiliki emosi yang baik dan mandiri. Tubuh yang sehat dapat tercipta dengan asupan nutrisi yang cukup. Cerdas yang ditandai dengan kemampuan berimajinasi, dimaksudkan pada kreatif dalam menemukan solusi sebuah masalah.. Adapun emosi yang baik juga dimaksudkan pada anak yang mampu mengelola berbagai emosinya.

Sebelum mengharapkan anak terampil bersosial, sebagai orang tua kita dituntut untuk bisa melakukan banyak sekali hal kepada anak-anak. Apa yang dapat kita lakukan, bisa digolongkan pada kelompok-kelompok berikut.

  • Kedekatan dengan orang tua
Kita tentu mengerti apa itu kedekatan orang tua terhadap anak. Ya, kita dekat dengan anak, dan si anak merasa ada ikatan kasih sayang antara dirinya dengan ayah dan juga ibunya. Efek dari kedekatan ini tentu akan membuat anak kita merasa aman, percaya diri untuk bisa bergaul, serta berkurangnya gangguan psikologis. Percaya diri untuk bisa bergaul di sini tentu adalah bergaul tanpa harus selalu didampingi orang tua.

Menurut Mbak Nina, kedekatan atau attachment itu berbeda lho dengan bonding. Attachment atau kedekatan, itu sifatnya dua arah. Dari orang tua kepada anak, dan dari anak kepada orang tua. Keduanya merasa sama-sama dekat. Adapun bonding, itu sifatnya lebih satu arah. Misalnya saja kita yang merasa dekat, atau anak yang merasa dekat.

Cara yang bisa dilakukan agar kedekatan bisa terbentuk bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Misalnya selalu peka terhadap apa yang dibutuhkan anak, berbicara dengan selalu menatap matanya penuh kelembutan, saling berpelukan, dan lain-lain. Terlihat sepele, bukan? Jangan salah, di zaman berteknologi canggih seperti sekarang, hal ini jarang yang ngeuh. Kita mungkin sering berbicara pada anak kita, tapi mata terus tertuju pada gadget. Jleb banget!

Hal lainnya yang bisa dilakukan adalah membiarkan anak bermain sendiri. Pelan-pelan saja. Dari mulai berjarak 1 meter, 5 meter, hingga jarak yang cukup jauh namun tetap bisa mengontrol agar dia tetap aman. Tak perlu melulu kita menemaninya setiap saat.

Tidak membohongi anak dan tidak mengancam dengan sesuatu hal, misalnya akan disuntik, ada hantu, lapor polisi, atau segala macam sangat dianjurkan. Terkecuali jika ancaman ini bisa dilaksanakan. Sebab hal ini sangat bermanfaat di dalam membangun kepercayaan anak terhadap orang tua.

Mbak Nina yang sangat interaktif selama seminar
Foto: FB Aku Anak SGM

  • Menanamkan rasa percaya pada orang tua (trust)
Seperti yang disinggung tadi, membohong, menakut-nakuti, dan mengancam anak sangat tidak dianjurkan. Sebab hal tesebut hanya akan membuat kepercayaan anak berkurang. Dan sebaliknya, kita malah harus memupuk kepercayaan anak kepada kita agar keterampilan sosialnya tinggi. Tips yang bisa dilakukan dalam membangun rasa percaya anak kepada kita di antaranya saja adalah segera menghiburnya jika dia menangis, dalam artian kita tak membiarkan dia menangis dalam waktu yang lama; memberi aturan sebelum melakukan aktivitas, misalnya aturan mandi pukul 5 sore; menepati janji kita kepada anak; serta menjadi pendengar yang baik saat anak berceloteh dan bercerita.

  • Kemandirian
Kemandirian banyak yang ngira hanya ada pada anak yang sudah besar. Padahal tidak demikian. Anak usia 1-2 tahun juga sebenernya harus sudah mandiri. Mandiri sesuai dengan usia mereka tentunya. Untuk anak usia 1 tahun, contoh kemandirian misalnya saja mampu menyebut nama sendiri meski belum jelas, sudah bisa memegang makanan sendiri meski belom benar, dan lain sebagainya. Ada pun kemandirian untuk anak usia 2 tahun, contoh nyatanya misalnya saja adalah sudah bisa ngomong ingin buang air, sudah ingin makan sendiri, dan lain-lain. Untuk melatih kemandirian, orang tua tentunya harus bisa memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba. Tak perlu selalu dibantu. Jika berbahaya, barulah kita ambil alih.

  • Mengenal emosi
Mengenal emosi adalah tahap lebih lanjut dari yang sudah disebutkan di atas. Mengenal emosi di sini adalah memperkenalkan macam-macam emosi kepada anak. Biasanya, anak-anak kan hanya kenal emosi senang dan sedih saja. So, yuk kenalkan berbagai macam emosi kepada anak. Misalnya saja marah, kaget, sedih, senang, dan yang lainnya. Caranya tak mesti dengan hal yang rumit. Misalnya saja dengan ngomong ekspresi kita kepada mereka saat si anak melakukan sesuatu. “Mama kaget lho, kamu ternyata jago nyanyi, ya.” Seperti itu misalnya. Dan tentu saja, mimik wajah kita mendukung rasa keterkejutan kita itu.

Peserta seminar sangat antusias saat diberi kesempatan untuk bertanya
Foto: FB Aku Anak SGM

  • Memiliki kemampuan komunikasi
Setiap anak memiliki tahapan berkomunikasi tertentu. Sebagai orang tua, kita tentu merupakan orang pertama bagi mereka yang bisa diajak berkomunikasi. So, untuk hal ini, yuk kita biasakan untuk selalu berkomunikasi dengan anak dalam hal apa pun. Kita mengajak dia berceloteh, kita menyuruh dia melakukan sesuatu, atau bahkan kita ‘memarahinya’ merupakan cara-cara yang bisa dilakukan dalam melatih kemampuan berkomunikasi. Jangan lupa, kenalkan juga kosakata-kosakata baru. Di tahap lebih lanjut, anak justru lebih banyak mendengar daripada berbicara. Bercerita dan menyanyi adalah cara efektif dalam hal ini.

  • Kemampuan fokus/konsentrasi dan berimajinasi
Kita sering menganggap anak-anak agak susah untuk bisa fokus. Padahal tidak demikian. Kita hanya terlalu kaku dengan definisi fokus pada orang dewasa. Anak-anak juga bisa fokus, asalkan kita sabar. Yang terpenting, kurangi hal-hal yang bisa mengganggu fokusnya. Misalnya saja omelan kita, televisi, dan juga ponsel. Oh ya, menurut Mbak Nina, banyak beraktivitas fisik di luar rumah banyak manfaatnya lho buat menambah fokus anak. Bermain peran-peranan, bercerita, dan bermain boneka adalah contoh aktivitas yang bisa melatih anak untuk fokus.

  • Empati
Saya sering bingung dengan definisi empati dengan simpati. Padahal keduanya memiliki arti yang berbeda. Menurut KBBI, simpati adalah rasa kasih; rasa setuju (kepada); rasa suka: atau keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah, dan sebagainya) orang lain. Adapun empati keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Nah pada anak, empati bisa dilatih. Misalnya dengan cara mengajak anak menengok temannya yang sakit, berbagi makanan, dan lain sebagainya.

Keterampilan Sosial yang Wajib Dikuasai Anak
Sebelum mengikuti seminar parenting ini, saya tak pernah tahu apa saja jenis keterampilan sosial yang wajib dikuasai anak. Lagi-lagi, saya merasa beruntung bisa ikut hadir di seminar ini. Jadinya saya tahu bahwa keterampilan sosial yang wajib dikuasai anak itu ada 8, yaitu keterampilan berteman dan bekerja sama; keterampilan berkompetisi sehat; keterampilan untuk bisa sabar menunggu (mengantri); keterampilan sopan santun; keterampilan menyelesaikan atau mendamaikan pertengkaran; keterampilan untuk mengelola emosi saat marah tanpa mengganggu orang lain; keterampilan mengikuti aturan; dan keterampilan untuk peduli terhadap orang sakit atau orang yang kekurangan.


Blogger - Media Gathering yang dilakukan setelah seminar selesai bersama MC Cici Panda, Psikolog Mbak Nina, dan Manager Marketing SGM Eksplor Mbak Astrid

Well…
Apa yang disampaikan dalam Seminar Parenting Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Generasi Maju bersama SGM Eksplor yang lalu sangatlah banyak. Saya yang jarang banget ikut seminar parenting seperti itu merasa bersyukur banget. Iyalah, saya rasanya ‘ditampar’ berkali-kali dengan materi yang diberikan. Ngena banget! Mungkin terlihat sepele, padahal sangat penting.

Benar kata orang-orang, meski anak sudah banyak, ilmu parenting itu tak pernah bisa membuat orang tua tamat menyelesaikannya. Tak pernah wisuda-wisuda. Begitu juga dengan saya. Meskipun anak sudah 4, saat punya anak kecil lagi, rasanya seperti baru punya anak. Panik dan bingung sama banyak hal.

Oke, gapapa deh. Yang lalu biarlah berlalu. Sekarang, ketika sudah tahu ilmunya, semoga saya bisa menerapkan ilmu parenting yang saya dapatkan di seminar bersama SGM Eksplor tersebut. Semoga saya bisa menjadi orang tua yang lebih baik untuk anak-anak saya. Next time, semoga juga ada kesempatan lagi untuk bisa ikut acara serupa. Dan saya bagikan lagi tulisan yang lainnya di blog saya ini. Semoga tulisan saya bermanfaat, ya temen-teman. Sampai jumpa!

4 komentar:

  1. ugh... saya banget nih. Sering pergi diam-diam takut ada yang ikut. Tapi tetep aja sih, diteleponin tiap 5 menit sekali... huhu... mesti banyak2 belajar jadi orang tua yang baik nih

    BalasHapus
  2. Marwah juga suka rengek nih kalau saya mau pergi, huhuh. Apalagi sekarang keur meujeuhna nempel terus

    BalasHapus
  3. Aku pernah juga seperti mbak Nia. Dandan cakep tapi bohong ke anak, bilang tidak kemana-mana. Jelas anak jadi ngamuk. Ketika aku pamit baik-baik, anak malah nggak pa2 tuh hehe

    BalasHapus
  4. Wah.. Mau ikut event ini juga deh!! Kebetulan anakku juga kemampuan emosinya yang paling lambat berkembang dibanding kemampuan lain. Yang paling sulit adalah mengajari kemampuan untuk mengenal kompetisi. Nangis mulu deh kalo diajak main sama anak tetangga.. Hihi.. Tapi begitulah.. Anak kecil.. 😅

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)