31.5.15

Hidup Sehat Sederhana Ala Saya

Pagi itu adalah saat yang gakkan pernah saya lupakan. Ketika sedang beli nasi kuning untuk sarapan, seorang teman bersama istrinya, melintas di hadapan saya. Saking terkejutnya, saya gak sempat menyapa. Saya terus melongo sampai mereka hilang dari pandangan.

Yang membuat saya terkejut adalah keadaan teman saya itu. Teman yang kesehariannya aktif berolahraga sejak kecil, pagi itu belajar berjalan dengan tongkat, dibantu istrinya. Konon, si teman saya itu terkena stroke.

Saya Terancam!
Saya tak percaya dengan semuanya. Dia yang saya kenal aktif berolahraga, rasanya tak mungkin kena stroke. Dari sini, saya jadi mikir: “jika dia bisa begitu, apalagi saya. Sudahlah jarang berolahraga, makan pun sembarangan.”

Behind The Scene of My Blog Post


Saat sedang blogwalking, dan lalu kamu berdecak kagum pada suatu blog post dari blog teman, pernahkah kamu bayangin seperti apa proses pembuatan postingan itu hingga akhirnya bisa ter-publish sempurna di blognya? Aku enggak! Iya benar, entah karena aku orangnya ‘lempeng’, aku seringkali enggak kepikiran dengan ‘sejarah’ ditulisnya blog post itu. Buatku, layaknya nonton film atau baca buku, aku lebih suka ‘menikmati’ karyanya daripada proses kreatifnya. Aku yakin, si blogger juga pasti lebih ingin dihargai tulisannya ketimbang behind the scene dari proses pembuatannya. Tapi, itu terserah masing-masing, ya. Sah-sah aja kok jika mau tahu atau tidak mengenai behind the scene ini. Toh kepo sekepo-keponya pun akan hal ini, itu tidak dilarang. Ya, kan?

Ngomong-ngomong soal behind the scene, setiap postingan di blogku juga memilikinya. Meski ada bedanya, secara umum, proses kreatifnya sama.

Semua berawal dari ide
Ya, inilah hal pertama yang berandil besar dalam ter-publish-nya sebuah blog post. Tak mungkin ada artikel blog yang membuat pembacanya tersenyum, terharu, atau bahkan menangis, tanpa adanya ide.

Ideku dalam menulis blog bisa datang dari mana saja. Pengalaman pribadi, keseharian anak-anak, kejadian di sekitarku, hingga hal-hal yang lagi booming, bisa menjadi ide dalam menulis blog.

14.5.15

Sambil Menyelam (di GA) Minum Air (Soda)

Orang bilang aku penulis. Meskipun lebih cocok disebut penulis status fesbuk, apdetan twitter, dan penulis galau di blog sendiri, aku juga pernah lho nulis buku * meyakinkan pembaca*. Tapi jangan bayangkan Tere Liye, Raditya Dika, atau Dewi ‘Dee’ Lestari (siapa juga yang bayangin begitu?) yang menguasai penjualan buku di tokbuk-tokbuk besar, bisa bertahan di rak tokbuk lebih dari 6 bulan saja, kayaknya suatu prestasi besar buatku. Iyalah, da aku mah apa atuh, tulisan bisa diterima penerbit untuk diterbitkan aja, hepinya udah setengah mati. :D

Eh, apa hubungannya jadi penulis (kasta sudra) sama ikutan GA Mak Ophi?
Ada dong! Begini, saat bingung mau nulis apa, tiba-tiba sebuah postingan eksperimen Sains di blog Mak Ophi menarik perhatianku. Mungkin karena bekgronku dan buku-buku yang pernah aku tulis. Ya, selain dulu kuliah di FMIPA, beberapa buku yang aku tulis di antaranya memang adalah tentang percobaan Sains.

Jujur, waktu nemu postingan itu aku sempet kaget. Wuih... Mak Ophi yang jago berpolitik, mahir dalam parenting, plus rajin bertraveling ria, ternyata sempet bereksperimen Sain bareng anak-anaknya. Aku aja yang dulu di awal bikin blog berniat ngisi blog, salah satunya dengan percobaan Sains, sampai hari ini belum kesampaian juga. Beneran lho, postingan ini semacam ‘penyadar’ yang membawaku ke ‘jalan yang benar’. :))))

11.5.15

Masih Takut Rambut Rusak Karena Catokan? Pakai Philips Straightener KeraShine!

Semua orang pasti setuju bahwa definisi cantik itu sangat relatif. Begitu juga buatku. Mau itu berkulit hitam atau putih, berhidung mancung atau tidak mancung *jangan baca pesek, aku kesindir :D*, bertubuh tinggi atau pendek, berwajah tirus atau bulat, hingga langsing atau pun gendut, yang namanya cantik mah, ya cantik aja. Terbebas dari variabel-variabel tadi. Cantik, ya cantik, titik.

Tapi, setelah beberapa lama definisi cantik itu seperti itu, tiba-tiba suatu hari, arti cantik ini sedikit tergoyahkan, ketika seorang teman kuliah menjabarkan kata cantik dengan embel-embel: berambut lurus. Kenapa rambut lurus? Sebab menurut dia, cewek berambut lurus itu terlihat rapi, luwes, dan anggun. Jadi dengan rambut lurus, kecantikannya menjadi sempurna.

Sebagai pemilik rambut yang gak keriting (tapi juga gak lurus-lurus amat), aku harusnya gak tersinggung. Tapi ketika lihat rambutku yang seringnya acak-acakan, aku jadi ngerti dengan definisi cantik versi temanku itu.

Berbagai usaha pun dicoba supaya rambutku bisa lurus rapi sepanjang hari. Tapi ternyata gak mudah. Catok pelurus rambut yang saat itu sedang booming pun, tak mampu menjadikanku cantik sempurna. Sebaliknya, gara-gara keseringan pakai, rambutku malah jadi rusak. Ya rambut jadi kering, ya ujung rambut bercabang, dan ya warna hitam rambut jadi kucel bin kusam.