2.2.13

Wow, Itali Jadi Juara Dunia 2006 Karena Pelatihnya yang Bernama Neurofeedback?


Ya benar! Di tahun 2006 lalu, Itali yang sukses menjadi juara di ajang piala dunia setelah mengalahkan Perancis melalui adu penalti dengan skor 5-3 ini ternyata mempunyai senjata rahasia. Senjata rahasia ini berupa pelatihnya yang tak hanya mengandalkan Marcello Lippi. Namanya adalah Neurofeedback. Jika Marcello Lippi melatih skuad azzurri di lapangan hijau, maka pelatih yang bernama neurofeedback ini melatih para pemain di dalam ruangan. Lho?
 Ya, neurofeedback yang dipakai dan dikembangkan di Montreal ini melatih para pemain Itali selama berbulan-bulan sebelum ajang piala dunia 2006 dilangsungkan. Tercatat bahwa 4 dari total semua pemain dilatih dengan neurofeedback secara intensif. Mereka adalah Alessandro Nesta, Alberto Gilardino, Andrea Pirlo, dan Gennaro Gattuso. Adapun trainer mereka dalam neurofeedback adalah Bruno De Michelis, sang kepala Sains-Ilmu Pengetahuan AC Milan. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk meningkatkan daya focus, daya konsentrasi, serta mengoptimalkan kemampuan mereka di lapangan hijau.
Apa sebenarnya neurofeedback itu?
Neurofeedback adalah suatu proses terapi pelatihan otak secara langsung. Terapi ini bertujuan untuk melatih otak agar dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengatur semua kerja fungsi tubuh dengan efisien.
Prinsip dari neurofeedback adalah membaca kemampuan otak kemudian menuntun anak atau pasien agar bisa berprestasi sebaik-baiknya. Singkatnya, terapi neurofeedback meluruskan dan mengembalikan fungsi dan aktivitas otak yang error kepada fungsi dan akitivitas yang seharusnya. Setiap kali otak berhasil meningkatkan kerjanya, ‘pelatih’ ini akan memberi umpan balik atau feedback terhadap otak yang disebut sebagai rewards atau bonus. 
EEG neurofeedback merupakan suatu aplikasi neurofeedback yang mengukur gelombang aktivitas dari otak. Proses EEG neurofeedback dilakukan dengan cara menempelkan elektroda pada kulit kepala di bagian tertentu sesuai dengan kriteria terapi yang akan dilakukan. Gelombang otak yang keluar dan terdeteksi oleh elektroda akan dikirimkan ke komputer untuk dianalisa dengan database dari aktivitas orang seumur. Jika gelombang aktivitas sesuai dengan database maka akan diberikan input (feedback) atau reward. Reward ini berupa suara yang didengar melalui telinga. Reward ini sebenarnya adalah rangsangan bagi otak untuk melakukan proses optimalisasi pada area yang ditandai dengan elektroda.
Dalam grafik rekaman frekuensi gelombang otak pada komputer, bisa dibaca aktivitas otak pada saat itu. Misalnya saja gelombang beta (gelombang otak yang keluar pada saat otak aktif berpikir), gelombang alpha (gelombang otak yang keluar pada saat otak dalam keadaan lebih rileks), gelombang tetha (gelombang yang keluar pada saat otak sangat tenang dan penuh dengan ide spontan), dan gelombang delta (gelombang yang keluar pada saat masuk fase tidur pulas disertai mimpi). 
Pada EEG neurofeedback juga dapat dilihat gelombang otak yang error. Misalnya saja hubungan sel saraf yang over connected yang menjadi penyebab berbagai macam gejala penyakit dan kelainan. Misalnya saja seperti obsessive compulsive behavior dan stress.
Pada kasus sel saraf yang over connected, gelombang otak yang error tadi akan tertangkap alat penguat (amplifier) dan diperlihatkan lewat layar monitor komputer dalam bentuk gambar disertai suara. Kemudian, feedback akan diberikan terhadap bagian otak yang error. Feedback ini akan menuntun dan melatih otak untuk beraktivitas ke arah normal. Dengan begitu, gejala yang dialami pasien akan semakin berkurang.
Untuk apa neurofeedback?
Adalah seorang ahli neurofeedback, Dr Joseph Guan MM Ed, PhD, doktor dalam bidang pendidikan dari University of Tulsa, Oklahoma, USA, yang juga ahli Neuro-Linguistic Programming sekaligus direktur klinik Brain Enhancement Center (BEC) di Singapura mengatakan bahwa neurofeedback merupakan suatu terapi yang mampu mengatasi berbagai macam kelainan dan keluhan seperti Attention/deficit/hyperactivity (ADD/ADHD), Sindrom Asperger, depresi, autisme, epilepsy, disleksia, insomnia, susah belajar, keterlambatan perkembangan, gangguan otak akibat kecelakaan, dan pikun. Tak hanya itu, orang yang sembuh dari stroke pun dapat dibantu dengan neurofeedback dalam hal pemulihan fungsi kognitif dan pergerakan fisiknya.
Selain mengatasi berbagai keluhan, kelainan, dan gejala dari suatu penyakit, masih menurut Dr. Guan, neurofeedback juga banyak digunakan sebagai pengoptimal produktivitas. Misalnya saja beberapa waktu yang lalu, para eksekutif dari 500 perusahaan tertinggi versi majalah Fortune, para pegolf professional dari turnamen PGA, tim Olimpiade, para astronot NASA, musisi dari Imperial College, hingga tim sepakbola Itali untuk piala dunia menggunakan neurofeedback sebagai bagian dari strategi untuk menambah prestasi dan mempertajam fokus otak. Bahkan klinik BEC milik Dr. Guan banyak didatangi para siswa sekolah lanjutan saat mendekati ujian nasional. Tujuannya tentu saja adalah untuk menambah fokus otak sehingga mampu melewati ujian seperti yang diharapkan. Dan ternyata, strategi itu berhasil.
Neurofeedback di Indonesia
Manfaat neurofeedback sudah banyak dirasakan banyak kalangan di berbagai belahan dunia sejak lama. Tak hanya bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus (seperti penderita epilepsy, autisme, ADD/ADHD, atau yang lainnya) tetapi juga bagi orang-orang normal untuk meningkatkan prestasi belajar dan prestasi kerja. Meskipun terlambat, di Indonesia, akhirnya neurofeedback mulai diperkenalkan dan sudah dirasakan manfaatnya bagi kalangan tertentu. Semoga saja dengan semakin banyaknya klinik yang menyediakan terapi neurofeedback ini akan semakin banyak pula kalangan yang marasakan manfaatnya. Terlebih bagi anak-anak generasi penerus bangsa. Amin.

Dimuat di HU Pikiran Rakyat 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya. Maaf, karena semakin banyak SPAM, saya moderasi dulu komentarnya. Insya Allah, saya akan berkunjung balik ke blog teman-teman juga. Hatur tengkyu. :)